Lebih lanjut, Sub-bab ini mengedepankan bahwa keberadaan PT TPL berada dalam kerangka hukum yang sah, tunduk pada pengawasan berlapis dari negara, dan terus diperbarui melalui audit, sertifikasi, serta moratorium terhadap hutan alam.
Penulis membandingkan tuduhan populer dengan hasil verifikasi teknis yang menunjukkan bahwa PT TPL tidak hanya memenuhi kaidah keberlanjutan secara legal, tetapi juga berinvestasi pada teknologi pengolahan limbah, pengurangan emisi karbon, dan konservasi kawasan bernilai ekologis tinggi.
Baca Juga:
Falcon Pictures Hadirkan Shutter, Remake Horor Legendaris Thailand dengan Sentuhan Lokal
Dengan menghadirkan laporan audit, kajian ilmiah, dan klarifikasi langsung dari lapangan, bab ini menunjukkan bahwa kebenaran soal deforestasi tidak bisa disimpulkan dari citra satelit atau suara kampanye semata, melainkan harus ditakar melalui proses yang jujur, berbasis data, dan berpandangan jangka panjang.
Bencana Alam
Narasi dominan tentang banjir bandang di kawasan Danau Toba kerap menyederhanakan masalah dengan menunjuk PT Toba Pulp Lestari (TPL) sebagai penyebab tunggal.
Namun, analisis berbasis data spasial, audit teknis dari UPTD KPH Wilayah II, serta BPDAS Asahan Barumun, menunjukkan tuduhan tersebut rapuh secara ekologis maupun geografis.
Baca Juga:
Film Jepang “Blonde” Angkat Konflik Guru di Tengah Tekanan Sosial dan Budaya
Wilayah konsesi PT TPL tidak tumpang tindih dengan Daerah Tangkapan Air (DTA) banjir bandang Parapat.
Lebih jauh, temuan lapangan membuktikan bahwa kombinasi faktor alam seperti curah hujan ekstrem, kondisi lereng sangat curam, serta jenis tanah dengan daya serap rendah memiliki kontribusi dominan terhadap banjir.
Secara bersamaan, praktik-praktik antropogenik seperti pengelolaan lahan kritis tanpa memperhatikan kaidah konservasi, pertambangan ilegal, pembukaan lahan pertanian, serta
pemukiman tanpa drainase memadai turut memperparah situasi ekologis.