Penulis memaparkan bagaimana industrialisasi di wilayah ini bukan hanya membawa transformasi ekonomi, tetapi juga menandai perubahan cara hidup masyarakat lokal—dari kampung yang sunyi menjadi simpul aktivitas industri strategis.
Melalui pengalaman pribadi sebagai anak desa yang pernah bekerja di lokasi proyek, sub-bab ini menggarisbawahi bahwa industri tidak selalu hadir sebagai ancaman; ia juga membuka jalan bagi generasi yang sebelumnya tidak memiliki banyak pilihan selain bertahan dalam keterbatasan.
Baca Juga:
Falcon Pictures Hadirkan Shutter, Remake Horor Legendaris Thailand dengan Sentuhan Lokal
Penulis menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan tidak bisa dibaca secara monolitik, melainkan harus dilihat melalui konteks lokal dan pengalaman masyarakat yang hidup di sekitarnya.
Asal Mula Kebencian pada Indorayon
Sub-bab ini mengulas asal-usul munculnya persepsi negatif publik terhadap PT Inti Indorayon Utama (kini PT Toba Pulp Lestari/TPL), dengan menyoroti peristiwa kebocoran pipa klorin tahun 1993 yang memicu kepanikan massal di Porsea.
Penulis secara kritis menguraikan bahwa insiden tersebut sejatinya adalah kebocoran kecil yang berhasil dikendalikan dalam hitungan menit, namun persepsi publik telah terlanjur berubah akibat informasi yang keliru dan tidak terkendali.
Baca Juga:
Film Jepang “Blonde” Angkat Konflik Guru di Tengah Tekanan Sosial dan Budaya
Sejak peristiwa itu, hubungan harmonis antara perusahaan dengan masyarakat sekitar mulai retak, diperparah oleh konteks politik nasional pascareformasi yang semakin membuka ruang bagi sentimen negatif terhadap perusahaan.
Refleksi penting dalam sub-bab ini adalah bahwa kebencian terhadap Indorayon tidak muncul secara alamiah, melainkan dibangun oleh narasi yang tumbuh subur dalam situasi ketidakjelasan dan konflik sosial-politik yang melingkupinya.
Sub-bab ini juga mengingatkan pentingnya membaca ulang sejarah dengan teliti agar trauma masa lalu tidak terus diwariskan sebagai prasangka yang membelenggu perkembangan masa depan.