Sementara itu, buku ini juga mengingatkan pentingnya peran negara sebagai fasilitator yang tidak hanya menetapkan batas legal, tetapi juga merawat keadilan relasional antara korporasi dan komunitas lokal yang hidup di tengah perubahan.
Bab 4 - Antara Serat dan Sekat
Baca Juga:
Falcon Pictures Hadirkan Shutter, Remake Horor Legendaris Thailand dengan Sentuhan Lokal
Tumbuhnya Narasi Anti-Industri
Sub-bab ini mengangkat dinamika tumbuhnya narasi anti-industri yang mengitari eksistensi PT TPL, di tengah pertarungan simbolik antara keadilan ekologis dan ketergantungan ekonomi.
Tulisan ini menyisir aspek yang sering terpinggirkan dalam diskursus publik, yakni dampak keberadaan industri terhadap mata pencaharian warga lokal.
Dari buruh harian hingga pemilik
warung, dari petani mitra hingga pelajar penerima beasiswa, terbentuklah sebuah ekosistem ekonomi yang tidak bisa dipisahkan dari roda operasional perusahaan.
Baca Juga:
Film Jepang “Blonde” Angkat Konflik Guru di Tengah Tekanan Sosial dan Budaya
Penolakan terhadap PT TPL kerap tampil dalam narasi tunggal yang politis, dengan tuntutan final seperti “cabut izin”
atau “tutup pabrik”, namun jarang disertai dengan rancangan pasca-industri yang realistis.
Dalam konteks seperti ini, pemutusan rantai industri tanpa alternatif yang setara justru berisiko menciptakan ketimpangan baru, terutama bagi mereka yang berada di posisi paling rentan dalam struktur ekonomi lokal.
Melalui pendekatan naratif dan data partisipatif, bagian ini tidak serta-merta membela eksistensi industri, namun menolak penyederhanaan konflik menjadi dikotomi mutlak antara ‘perusak’ dan ‘korban’.