Karena agama sejati tidak hidup di menara-menara indah yang hanya menampung orang-orang suci. Agama sejati adalah tenda terbuka, tempat siapa pun bisa datang: para pendosa, pengungsi, pengemis, pencinta bumi, dan mereka yang sedang mencari makna hidup, meski belum menemukannya.
Itulah sebabnya, kita tidak menunggu dunia berubah lebih baik. Kita mulai dari yang bisa dilakukan hari ini: menyirami tanah dengan kasih sayang, mengulurkan tangan untuk menanam, bukan hanya menilai.
Baca Juga:
Bupati Pakpak Bharat Bagi Paket Bansos untuk Anak Yatim dan JKM
Kita rawat sesama dengan hati yang lembut, dan kita menerima perbedaan seperti menerima tubuh kita sendiri—dengan segala kekurangannya.
Sebab pada akhirnya, hanya satu hal yang akan terus bertahan: cinta. Ia adalah satu-satunya doktrin yang tak pernah mati. Dan dengan keyakinan, kasih, dan harapan itulah, Komunitas Rumahela terus melangsungkan Festival Wisata Edukasi Leluhur Batak ini—dari tahun ke tahun, tanpa jeda, tanpa pamrih, tanpa henti.
Karena dari semua hal yang bisa kita minta kepada Tuhan, ada satu yang tak pernah bisa kita minta: agar waktu berhenti, walau sekejap. Sebab waktu adalah hahomian ni Mulajadi—napas hidup dari Tuhan sendiri.
Baca Juga:
Lepas Kirab Kenderaan Peringatan Harganas ke-32, Ini Kata Wabup Dairi
[Redaktur: Robert Panggabean]