Berilah nama-nama yang lahir dari rahim adat dan tradisi; jadikanlah jembatan sebagai penghubung dua kampung sekaligus dua generasi dengan menggunakan nama leluhur yang pernah menyatukan mereka; taman-taman diberi nama tumbuhan, hewan, atau kisah legenda yang dituturkan turun-temurun di tepi danau.
Sebab, infrastruktur berbasis local wisdom bukan sekadar simbol romantisme, tetapi sebuah strategi budaya untuk mengikat kembali masyarakat agar terpanggil menjaga dan mencintai lingkungan mereka sendiri.
Baca Juga:
Bupati Pakpak Bharat Bagi Paket Bansos untuk Anak Yatim dan JKM
Kita Bukan Tuan Atas Bumi, Hanya Tamu yang Harus Rendah Hati
Bumi adalah tubuh kita bersama. Ia bukan hanya tempat berpijak, tapi rumah besar di mana seluruh kehidupan saling terhubung dan saling merawat. Apa yang terjadi pada satu bagian dari bumi—pada sungai, pohon, atau udara—pasti berdampak pada bagian lainnya, termasuk kita sendiri.
Karena itu, memelihara bumi pada dasarnya adalah memelihara tubuh kita sendiri. Kita tidak bisa hidup sehat jika paru-paru kita rusak—begitu pula bumi tak akan mampu menopang hidup manusia jika hutannya habis, airnya kering, dan udaranya penuh racun.
Maka jalan kita ke depan seharusnya jelas: hidup berkelanjutan, bukan hidup yang menguras segalanya. Dan gaya hidup itu tidak harus datang dari luar, karena kita sudah memilikinya sejak lama—dalam bentuk kearifan lokal, tradisi budaya, dan adat istiadat yang mengajarkan harmoni dengan alam.
Baca Juga:
Lepas Kirab Kenderaan Peringatan Harganas ke-32, Ini Kata Wabup Dairi
Kita mesti mulai kembali dari sana—dari nilai-nilai yang mengajarkan syukur yang tahu batas, bukan kerakusan yang tak kenal puas. Dari prinsip yang menempatkan manusia bukan sebagai penguasa, tapi sebagai penjaga yang bertanggung jawab.
Karena sesungguhnya, menanam pohon adalah menanam harapan. Menanam kehidupan. Sebaliknya, menebang pohon tanpa pernah menanam kembali adalah bentuk paling nyata dari penghancuran kehidupan itu sendiri.
Dan jika kita masih ingin menyebut bumi ini sebagai tempat tinggal yang layak bagi anak cucu kita kelak, maka jawabannya hanya satu: rawat dia, seperti kita merawat diri sendiri.