Suatu pengakuan bahwa untuk menghadapi krisis global hari ini, kita tidak cukup hanya dengan teknologi. Kita butuh nilai. Kita butuh kearifan. Kita butuh jiwa.
Dalam Islam, alam dipandang sebagai bentuk rahmat Allah. Kasih sayang yang nyata. Dan manusia, sebagai khalifah, bukan penguasa absolut, tapi penjaga dan pelindung yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Baca Juga:
Keluarga Prada Lucky Minta Usut Semua Pelaku, Bukan Hanya Prajurit Rendah
Dalam Hindu, alam adalah manifestasi Brahman, zat ilahi yang hadir dalam setiap bentuk—batu, air, udara, api, dan pohon. Menyakiti alam sama artinya dengan menyakiti wujud Tuhan itu sendiri.
Dalam kearifan berbagai komunitas adat, tanah adalah ibu—yang memberi makan, tempat berlindung, dan tempat kembali ketika hidup berakhir.
Sungai adalah darah kehidupan—mengalirkan energi, menumbuhkan pohon, dan menghubungkan manusia dengan makhluk lain dalam satu siklus yang tidak boleh diputus.
Baca Juga:
Roy Suryo Cs Tunda Hadiri Panggilan Polisi Terkait Dugaan Ijazah Palsu Jokowi
Dan dari Barat, kita mengenang St. Fransiskus dari Assisi. Ia tak malu menyapa matahari sebagai saudara, dan bulan sebagai saudari.
Dalam pandangannya, semua ciptaan adalah bagian dari satu keluarga besar. Bukan sesuatu yang bisa dimiliki atau dikuasai, tapi sesuatu yang perlu dihormati dan dicintai.
Semua ini bukan ajaran yang usang. Mereka adalah jalan pulang bagi spiritualitas kita yang tercerai-berai.