Bukan foto tentang kelahiran, bukan pula potret perayaan-perayaan lainnya, yang hanya sekedar biasa.
Sebab dalam satu jepretan itu terpatri ribuan malam tanpa tidur dan keringat yang jatuh di ladang, serta doa-doa panjang yang membubung tanpa henti.
Baca Juga:
WAH... PPATK, ANDA NGGAK BIJAK
Disanalah keabadian sebuah keberhasilan digantungkan, menjadi bukti nyata bahwa ilmu adalah pusaka yang tak ternilai.
Pendidikan bagi mereka bukan sekedar alat untuk mencari pekerjaan. Pendidikan adalah satu-satunya cara agar seseorang bisa benar-benar ada, benar-benar eksis dalam kehidupannya, agar ia tidak dihimpit oleh zaman, agar namanya tak lenyap begitu saja seperti buih di permukaan air sungai.
Maka para ibu rela menjual emas satu-satunya, mungkin cincin kawin nya. Para ayah rela menahan lapar, hanya demi memastikan anak-anak mereka tetap bisa duduk di bangku sekolah.
Baca Juga:
Kematian ADP, Kriminolog UI: Polisi Tak Gegabah Nyatakan Bunuh Diri, tapi Arah Sudah Jelas
Hinca menguraikan, di jamannya, ada 2 momen yang ditunggu oleh anak orang Batak dan itu adalah kemewahan menurutnya.
Yaitu, pertama, dibelikan baju baru untuk membaca liturgi di acara natal yang ditunggu-tunggu setiap tahun, dan yang kedua, seragam sekolah yang baru.
"Sekali setahun udah bagus beli seragam baru, karena itu kami tunggu. Itulah harta karun bagi anak-anak Batak, simbol bahwa mereka telah siap menjejak dunia, bahwa mereka telah diberi hak untuk bermimpi dan menuntut ilmu," ujar Hinca.