DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Saya justru heran kenapa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) begitu cepat menyasar yang diam.
Ini menunjukkan satu hal, PPATK masih berpikir dari kaca mata pemantauan, bukan dari pemahaman. Seolah-olah rakyat kecil tak boleh pasif, harus kelihatan sibuk, harus aktif transaksi.
Baca Juga:
PPATK Bekukan Rekening, Hinca Panjaitan Sampaikan Kritik Tajam: Jangan Balas Dendam ke Rakyat
Saya tidak tahu siapa yang menyusun kebijakan ini, tapi tampaknya ia tidak pernah hidup cukup lama di luar ring 1 Jakarta.
Di kampungku masih banyak omak-omak yang rekeningnya bukan dijadikan alat transaksi harian tapi tempat menyimpan harapan.
Tidak ada QRIS, tak ada mobile banking, kadang bahkan tak ada ATM. Ini bukan revolusi keuangan digital, ini kekeliruan membaca kenyataan sosial.
Baca Juga:
Gagasan KSAD Maruli, TNI AD Gerakkan Misi Pembersihan Danau Toba, Tondano, dan Situ Bagendit
Dari sudut pandang saya di Komisi III, saya bisa katakan bahwa pengawasan itu perlu, tapi rasional. Negara tidak boleh menjadikan “rekening tidak aktif” sebagai alasan untuk mengintervensi harta orang.
Kalau mau memberantas judi online, ya kejar sindikatnya, jangan intimidasi masyarakat umum. Jangan balas dendam ke rakyat karena tak mampu menembus yang besar.
Saya khawatir jika ini diteruskan tanpa kepekaan, kepercayaan publik pada sistem finansial akan rontok. Dan kalau rakyat sudah takut simpan uang di bank, lalu di mana mereka harus menaruh harapan? Di bawah bantal? Jangan sampai niat baik memberantas kejahatan berubah jadi kegaduhan nasional.