"Karena aku dulu waktu pertama kerja aku udah membuat semacam goal satu target, dalam waktu dua tahun aku mau lanjut lagi s2 di bidang sosial, karena pekerjaan aku selama ini sosial tapi karena background aku itu fisika kadang orang merasa kalau aku prakteknya udah banyak, cuman di teori enggak ada. Nggak ada degreenya di teorinya,” jelas Obin yang juga pernah bekerja untuk organisasi nirlaba American Voices di Indonesia dan mengikuti program Rumah Perubahan Rhenald Kasali.
Melalui beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Pendidikan), Obin berhasil diterima di berbagai universitas di Amerika Serikat, Australia, Belanda dan Inggris.
Baca Juga:
Densus 88 Ungkap Pelaku Ledakan SMAN 72 Bawa 7 Peledak, 4 Meledak di Dua Lokasi
"(Mamak) kalau enggak salah lagi metik cabe, terus katanya dia langsung kayak berlutut gitu, ucapan syukur gitu lho. Di deket pohon cabe,” kenangnya sambil tertawa.
“Terus dia nangislah, (katanya) ‘selamat ya nak’,” lanjutnya.
Dari seluruh universitas yang menerimanya, Obin memutuskan untuk memilih Columbia University, sebuah universitas prestisius atau Ivy League di New York. Jurusan 'social work' (pekerjaan sosial) menjadi pilihannya.
Baca Juga:
Tak Terima Dituduh Rugikan Negara Rp1,2 T, Mantan Dirut ASDP: Tak Ada Bukti Korupsi
“Yang lucunya aku cerita ke orang tua, ke Bapak sama Mamak kan, aku lolos Columbia University di Amerika. Terus kata mereka, bukannya di ucapin selamat, ini enggak. ‘Loh kenapa ke Amerika lagi? Bukannya kemaren mau ke Inggris?” ujarnya lagi sambil tertawa.
Sesampainya di Amerika Serikat dan memulai kuliah di tahun 2016, Obin mendapat tantangan baru. Bacaan yang banyak dan tugas yang menumpuk sempat membuatnya patah semangat dan ‘badan kurus kerempeng.’
Tetapi, dengan kemampuan bahasa Inggris yang menurutnya masih menjadi kendala, ia tetap berusaha untuk beradaptasi dengan kehidupan kampus Amerika. Kali ini strateginya adalah mempersiapkan diri dan berpartisipasi di dalam kelas.