DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Juanto kecewa lantaran buah perdana dari pohon durian (Durio zibethinus) di kebunnya tidak sesuai dengan ekspektasinya.
Rasa buah hasil panen perdana itu hambar. Daging buah berbobot 1,5 kg itu juga tipis dan cenderung gampang pecah.
Baca Juga:
PDIP Didesak Jelaskan Larangan Retreat, Analis: Jangan Jadi Konfrontasi Politik
Padahal, Pekebun durian di Dusun Tabag Gunung, Desa Brongkol, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, itu menunggu 10—15 tahun untuk menikmati panen perdana itu.
Melansir Trubus.id, Jumat (21/2/2025), selain Juanto, 25 pekebun durian lain di Brongkol juga menghadapi permasalahan sama. Sejatinya Desa Brongkol memiliki sekitar 20 varietas durian lokal unggul.
Juanto kemudian tergerak untuk mengganti varietas lokal yang kurang bernilai dengan varietas lokal unggul.
Baca Juga:
Larang Kadernya Ikut Retreat, Megawati Diminta Mundur dari BPIP dan BRIN
“Top working menjadi teknologi pilihan karena bisa panen lebih cepat dibandingkan dengan menanam ulang,” ujar Juanto.
Pada 2005 Juanto menebang 10 pohon induk durian varietas lokal berumur 5—15 tahun. Pekebun durian sejak 1991 itu hanya menyisakan 1 m setiap pohon sebagai batang bawah.
Entres—calon batang atas— berasal dari pohon induk varietas lokal unggulan seperti J’Pink, vera, dan tumbu yang pernah berbuah.