Dalam amar Putusan MK Nomor : 21/PUU-XII/2014 turut ditegaskan tentang syarat penetapan tersangka sebagaimana dapat dilihat dalam amar putusan 1.1 Frasa "bukti permulaan", "bukti permulaan yang cukup", dan "bukti yang cukup" sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa "bukti permulaan", "buktipermulaan yang cukup", dan "bukti yang cukup" adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasca Putusan
Pasca putusan Mahkamah Konstitusi ini, banyak tersangka yang setelah ditetapkan sebagai tersangka mengajukan permohonan praperadilan untuk menyatakan tidak sah penetapan tersangka dengan didasarkan berbagai alasan.
Baca Juga:
Data Ekspor Rafale Melonjak 4 Kali Lipat, Tapi Keperkasaan Tempurnya Diperdebatkan
Diantara alasan tersebut yang umum digunakan adalah penyidik tidak memiliki minimal 2 (dua) alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dalam suatu peristiwa pidana.
Seiring berjalannya waktu terdapat fenomena bahwa tersangka yang secara nyata-nyata tidak koperatif dalam menjalani proses hukum diantaranya ada yang melarikan diri dan tidak diketahui keberadaannya, sehingga diterbitkan daftar pencarian orang (DPO) mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri dengan memberikan kuasa kepada pengacara.
Surat Edaran
Fenomena ini disikapi oleh Mahkamah Agung dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka Yang Melarikan Diri Atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO).
Baca Juga:
Cegah Penyalahgunaan, PPATK Bekukan Rekening Tak Aktif
Dalam redaksi surat edaran diberikan petunjuk bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam proses pengajuan praperadilan bagi tersangka dengan status Daftar Pencarian Orang (DPO), Mahkamah Agung perlu memberikan petunjuk:
Dalam hal tersangka melarikan diri atau dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO), maka tidak dapat diajukan permohonan praperadilan.
Jika permohonan praperadilan tersebut tetap dimohonkan oleh penasihat hukum atau keluarganya, maka hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima.
Berdasarkan pengalaman dari penulis yang lama bertugas di Bidang Hukum Polda Sumut dan berulangkali bertindak sebagai kuasa dari Institusi dalam menghadapi berbagai permohonan praperadilan, selama ini hakim praperadilan senantiasa konsisten menjalankan arahan atau bimbingan sesuai Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2018.