DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Sebagai mahluk zoon politicon untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mendasar seperti sandang, papan dan pangan dan juga kebutuhan lain, manusia membutuhkan interaksi dengan pihak lain, dalam tataran yang sangat sederhana atau tradisional maka pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan cara barter.
Kemudian dalam masyarakat modern berkembang menjadi adanya masyarakat atau kelompok yang memiliki modal atau kekayaan dalam bentuk barang berharga atau sejumlah uang.
Baca Juga:
Jalan Terjal Anak Kos: Belajar Dewasa Lewat Seribu Pengalaman
Disisi lain, ada pihak yang membutuhkan materi tersebut untuk pemenuhan kebutuhan hidup atau dapat juga untuk kepentingan permodalan dalam rangka pengembangan usaha.
Keberadaan dari 2 (dua) kelompok yang berbeda situasi ini memungkinkan akan mendorong terjadinya interaksi, dalam hal ini pihak yang membutuhkan permodalan atau sejumlah materi dapat mengajukan permohonan pinjaman sejumlah nilai tertentu kepada pihak yang memiliki modal.
Pemberian pinjaman sangat mungkin diberikan tanpa konsekuensi yang dimungkinkan karena adanya kedekatan personal atau hubungan kekeluargaan, namun disisi lain dimungkinkan juga pemberian pinjaman disertai dengan konsekuensi kewajiban pemberian jasa atau bunga atas pinjaman.
Baca Juga:
PBB Sahkan Anggaran Rp87,5 Triliun untuk Misi Perdamaian 2025–2026
Interaksi yang dilakukan idealnya haruslah didasarkan pada komitmen dan etiked baik, sehingga masing-masing pihak harus memahami tentang hak dan juga kewajiban.
Akan tetapi dalam praktik sangat mungkin pihak yang mengajukan pinjaman atau dukungan permodalan tidak memiliki komitmen dengan apa yang diperjanjikan, sebaliknya justru dengan sengaja mencari-cari persoalan guna timbul permasalahan yang nantinya akan dijadikan alasan untuk tidak melakukan pelunasan.
Istilah orang Medan agak laen, peminjam zaman sekarang ngeri-ngeri sedap, lemah lembut diawal kemudian menyala pada waktu jatuh tempo pembayaran.