Dikatakan, ia pernah menjadi Dewan Pembina Partai Demokrat Propinsi Sumatera Utara. Sebelum pemasangan baliho, Rimso menyebut, telah bertemu dengan bagian Bappilu Demokrat dan Ketua DPD Demokrat Sumatera Utara Muhammad Lokot Nasution.
“Saya datang ke sana, saya tunjukan KTA saya sebagai orang Demokrat. Saya sampaikan, sudah bisa naik baliho? Ya, nggak apa-apa. Maka saya naikkan. Jika kemudian diturunkan, nggak apa-apa. Tadi saya sudah perintahkan, naikkan yang tanpa logo Demokrat,” sebutnya.
Baca Juga:
Ahli Beri 6 Trik Redakan Otot Nyeri serta Tegang di Leher dan Bahu
Rimso menambahkan, penurunan baliho itu bukan hal yang perlu ia pikirkan, dibanding dengan pengalaman perjuangannya pada pencalonan di tahun 2018.
“Semua lini mengeroyok saya, tapi tidak tumbang. Di tingkat kabupaten saya sudah digugurkan. Sebagai warga negara, diberi hak untuk menggungat. Saya pergunakan hak itu, melalui Panwaslu. Saya tidak ada gerakan demo-demo kan? Karena apa? Kalau saya gerakkan demo, yang rugi rakyat. Saya bukan tipe yang mengorbankan orang. Saya nggak sampai hati rakyat itu benturan. Makanya, saya tempuh jalur hukum,” kata Rimso.
“Di Panwaslu, juga saya ditolak. Kemudian, ada ruang diberikan undang-undang menggugat di PT TUN. Saya menang. Kasasi KPU-nya, sampai di Mahkamah Agung. Saya hadapi di MA, saya menang. Itu kepuasan tersendiri bagi saya, bahwa tuduhan-tuduhan yang mengatakan bahwa saya itu dimodali, tidak serius, cari uang mundur, hanya asal-asalan maju, tidak benar. Kenapa saya harus sampai ke MA berjuang? Kalau bukan petarung si RM (Rimso Maruli), nggak mungkin bisa menang di MA. Saya bisa memenangkan pertarungan itu secara terhormat,” lanjut Rimso memaparkan.
Baca Juga:
Menpora Dito Dukung Kolaborasi The Dudas-1 dengan Program-Program Kemenpora
Ke depan, Rimso pun berharap agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, terlebih terkait Pilkada 2024. [gbe]