DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - My Lai di Provinsi Quang Ngai menjadi saksi bisu salah satu kebrutalan pasukan Amerika Serikat (AS) terhadap warga sipil tak berdosa selama Perang Vietnam.
Pada 16 Maret 1968, sepasukan tentara AS membantai sebagian besar warga sipil tak bersenjata di dusun My Lai, termasuk perempuan, anak-anak, dan orang tua.
Baca Juga:
Jawed Karim, Pemuda Muslim di balik Lahirnya Platform YouTube
Dilansir dari Kompas.com, Sabtu (1/3/2025) yang melansir History, lebih dari 500 orang menjadi korban kebrutalan pasukan AS dalam pembantaian My Lai.
Bahkan, beberapa gadis-gadis muda maupun wanita desa diperkosa sebelum dibunuh dan dimutilasi.
Mulanya, satu peleton pasukan AS dari Kompi Charlie menerima kabar bahwa gerilyawan Viet Cong berlindung di Desa Son My di Provinsi Quang Ngai.
Baca Juga:
16 Bendungan Masuk PSN Era Prabowo, Salah Satunya Didanai China
Peleton tersebut lantas memasuki salah satu dari empat dusun di Desa Son My, yakni My Lai, untuk mencari gerilyawan Viet Cong pada 16 Maret 1968.
Alih-alih menemukan para gerilyawan, mereka justru menemukan penduduk desa yang tidak bersenjata, kebanyakan dari mereka adalah wanita, anak-anak, dan pria tua.
Sebelum menyisir My Lai, para tentara AS tersebut rupanya sudah diberitahu bahwa semua orang yang dapat ditemukan di My Lai dapat dianggap sebagai Viet Cong atau simpatisan Viet Cong aktif.
Mereka juga diperintahkan untuk menghancurkan desa. Walhasil, para tentara ini bertindak dengan kebrutalan yang luar biasa ketika tiba di My Lai.
Mereka memperkosa dan menyiksa penduduk desa sebelum membunuh mereka.
Para tentara ini AS menyeret puluhan orang, termasuk anak kecil dan bayi, ke dalam parit lantas mengeksekusi mereka dengan senjata otomatis.
Upaya menutupi
Pembantaian dilaporkan berakhir ketika seorang pilot helikopter Angkatan Darat AS, Sersan Mayor Hugh Thompson, mendaratkan pesawatnya di antara kompatroitnya.
Thompson terkejut dengan pembantaian terhadap warga sipil tak berdosa lantas mengadang rekan-rekannya.
Dia juga mencegah kompatriotnya tersebut melanjutkan pembantaian terhadap warga desa yang tak berdosa itu.
Sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat AS mencoba sekuat tenaga menutupi pembantaian itu selama lebih dari setahun.
Hingga akhirnya, seorang jurnalis investigasi bernama Seymour Hersh memecahkan kisah mengerikan tersebut dan menuliskannya pada 1969.
Setelah itu, pembantaian My Lai menjadi berita di halaman depan berbagai koran dan menggemparkan dalam negeri AS maupun internasional.
Pembantaian My Lai dan upaya perwira tinggi Angkatan Darat AS yang menutupinya memicu badai kemarahan serta semakin mempertajam sentimen anti-perang.
Pembantaian My Lai juga mendorong perlawanan warga AS terhadap keterlibatan “Negeri Paman Sam” dalam Perang Vietnam.
Meski kisah pembantaian My Lai sudah dipecahkan, sebanyak tiga tentara AS yang mencoba menghentikan pembantaian itu dan menolong warga sipil justru dikucilkan.
Ketiganya bahkan sempat dicap sebagai pengkhianat oleh sejumlah anggota Kongres AS.
Baru 30 tahun setelah insiden tersebut ketiga tentara AS tersebut mendapatkan pengakuan dan bintang jasa karena melindungi warga sipil di medan perang.
Akhirnya, sebanyak 26 prajurit didakwa melakukan kejahatan perang tetapi hanya komandan peleton Letnan William Calley Jr yang dinyatakan bersalah. Dia dinyatakan terbukti membunuh 22 orang penduduk desa.
Awalnya, William dijatuhi hukuman seumur hidup. Tetapi, dia hanya menjalani 3,5 tahun masa hukuman sebagai tahanan rumah.
[Redaktur : Robert Panggabean]