Mangatur Lumbantoruan, perwakilan lainnya dari Dairi juga menyampaikan terima kasihnya kepada pengadilan, memutuskan persetujuan lingkungan dimaksud tidak sah.
"Itu sudah benar. Nah, kami tidak mau kementerian atau perusahaan naik banding. Sudah tidak ada pertimbangan lain lagi jika menyangkut penambangan daerah kami," katanya.
Baca Juga:
Mahkamah Konstitusi Terima 206 Permohonan Sengketa Pilkada Kabupaten hingga Provinsi
Melky Nahar, Koordinator Nasional Jaringan Advocacy Tambang (Jatam) mengatakan, ada masalah perihal ketaatan dengan hukum dan peraturan di Indonesia.
KLHK menyetujui bendungan tailing tambang tanpa rekomendasi atau kajian dari Kementerian PUPR yang menjadi persyaratan Peraturan Menteri PUPR nomor 27/PRT/M/2015.
Ada persyaratan untuk mempertimbangkan dampak dari potensi rusaknya bendungan tailing. Berulang kali DPM tidak mempertimbangkan dampak ini dan tidak merancang bendungan mereka sesuai standar yang legal dan bisa diterima.
Baca Juga:
ASDP Gandeng Bank Indonesia Perkuat Distribusi Uang Rupiah hingga ke Pelosok Negeri
Pakar teknis sudah memberi tahu pengadilan bahwa seluruh wilayah dimaksud tidak memiliki sifat geologis yang stabil, dengan tak satu pun lokasi yang cocok untuk membangun bendungan tailing.
Kementerian, oleh karena itu, sebaiknya tidak lagi mempertimbangkan proposal penambangan apapun untuk wilayah tersebut.
Terhadap putusan pengadilan saat ini hendaknya tidak dilakukan banding dan DPM sebaiknya tidak diizinkan untuk mulai beroperasi. [gbe]