WahanaNews-Dairi | Majelis Hakim PTUN Jakarta mengeluarkan putusan yang berpihak pada masyarakat Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, terkait persetujuan lingkungan PT Dairi Prima Mineral (DPM).
Putusan itu diunggah di situs web PTUN, Senin (24/7/2023), sipp.ptunjakarta.go.id/index.php/detil_perkara dengan memasukkan nomor perkara 59/G/LH/2023/PTUN.JKT.
Baca Juga:
Mahkamah Konstitusi Terima 206 Permohonan Sengketa Pilkada Kabupaten hingga Provinsi
Demikian keterangan pers diterima WahanaNews.co dari Koordinator Advokasi Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) Rohani Manalu, Kamis (27/7/2023).
Putusan dimaksud diantaranya, menyatakan batal Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Kelayakan lingkungan hidup kegiatan pertambangan seng dan timbal di Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, oleh PT DPM, tanggal 11 Agustus 2022. Kemudian, mewajibkan tergugat (KLHK-red) untuk mencabut keputusan dimaksud.
Terkait putusan itu, Rainin Purba, perwakilan masyarakat Dairi mengatakan senang pengadilan telah bertindak adil
kepada masyarakat, juga kepada lingkungan.
Baca Juga:
ASDP Gandeng Bank Indonesia Perkuat Distribusi Uang Rupiah hingga ke Pelosok Negeri
"Jelas tambang akan mengakibatkan bencana. Namun begitu, kementerian tetap memberikan persetujuan. Jadi sekarang pengadilan harus memastikan
pemerintah menarik persetujuan itu," katanya.
Bakumsu, lembaga yang memberikan bantuan hukum dan advokasi di Medan, Sumatera Utara, bertindak sebagai kuasa hukum masyarakat yang terdampak.
Direktur Eksekutif BakumsuTongam
Panggabean menyatakan, sudah ada pakar teknik dan lingkungan bertaraf dunia yang bersaksi sejak 2019 bahwasanya tambang yang diusulkan itu akan membahayakan keselamatan dan juga
lingkungan.
Laporan pakar tersebut sudah diserahkan ke KLHK. Namun, kementerian menyetujui
tambang. Masyarakat memprotes dan membuat petisi.
"Kementerian tetap menyetujui tambang. Sungguh tidak bisa dipercaya. Sekarang, lega rasanya PTUN bisa memperbaiki hal ini. Ini kemenangan besar bagi masyarakat," kata Tongam.
Dalam presentasi tahun 2021, yang dibagikan kepada KLHK, pakar internasional bidang hidrologi tambang, Dr Steven Emerman menyimpulkan, dari sekian proyek tambang usulan yang pernah ia tinjau, baru tambang usulan DPM yang begitu abai terhadap
kehidupan manusia (lihat www.youtube.com/watch?v=wVmK9u_aiDA&t=15s).
Richard Meehan, pakar internasional bidang konstruksi bendungan di area rentan gempa melaporkan pada tahun 2020, 2021, dan 2022 bahwa seluruh bukit yang menjadi lokasi usulan membangun fasilitas penyimpanan tailing dipenuhi degan abu vulkanik yang tidak stabil.
Area ini juga merupakan salah satu zona berisiko gempa tertinggi di dunia, disertai dengan badai besar dan banjir yang tinggi.
Meehan memprediksi kemungkinan akan terjadi kerusakan bendungan, yang mungkin merupakan kerusakan yang bisa membawa bencana dengan jutaan ton tailing yang beracun mengalir menuruni bukit menuju desa-desa (lihat
www.youtube.com/watch?v=DMMPCZtOUlc).
Saudur Sitorus, perwakilan masyarakat Dairi mengatakan, mereka sudah melakukan pertanian produktif di wilayah mereka puluhan tahun lamanya. Menyumbang kepada perekonomian provinsi dan nasional.
"Kami ingin pemerintah mendukung kami, bukan memperbolehkan tanah dan sungai kami dirusak. Kami tidak mau ada penambangan di wilayah kami. Tidak sampai kapan pun. Kami ingin tetap bisa melanjutkan pertanian kami," katanya.
Mangatur Lumbantoruan, perwakilan lainnya dari Dairi juga menyampaikan terima kasihnya kepada pengadilan, memutuskan persetujuan lingkungan dimaksud tidak sah.
"Itu sudah benar. Nah, kami tidak mau kementerian atau perusahaan naik banding. Sudah tidak ada pertimbangan lain lagi jika menyangkut penambangan daerah kami," katanya.
Melky Nahar, Koordinator Nasional Jaringan Advocacy Tambang (Jatam) mengatakan, ada masalah perihal ketaatan dengan hukum dan peraturan di Indonesia.
KLHK menyetujui bendungan tailing tambang tanpa rekomendasi atau kajian dari Kementerian PUPR yang menjadi persyaratan Peraturan Menteri PUPR nomor 27/PRT/M/2015.
Ada persyaratan untuk mempertimbangkan dampak dari potensi rusaknya bendungan tailing. Berulang kali DPM tidak mempertimbangkan dampak ini dan tidak merancang bendungan mereka sesuai standar yang legal dan bisa diterima.
Pakar teknis sudah memberi tahu pengadilan bahwa seluruh wilayah dimaksud tidak memiliki sifat geologis yang stabil, dengan tak satu pun lokasi yang cocok untuk membangun bendungan tailing.
Kementerian, oleh karena itu, sebaiknya tidak lagi mempertimbangkan proposal penambangan apapun untuk wilayah tersebut.
Terhadap putusan pengadilan saat ini hendaknya tidak dilakukan banding dan DPM sebaiknya tidak diizinkan untuk mulai beroperasi. [gbe]