Makna frasa “setelah” dalam Pasal 38 ayat (1) UU KIP menunjukkan dengan terang dan jelas bahwa waktu 14 (empat belas) hari kerja tidak dihitung “sejak saat” hari pertama KIP menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
Melainkan “ada waktu menunggu yang jelas” untuk memulai perhitungan 14 hari kerja tersebut, yakni mulai terhitung setelah dimulainya upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Judianto, yang juga anggota Public Interest lawyer Network (PIL-NET) menjelaskan, kata “dapat” jelas telah membuat frasa: Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat diselesaikan dalam waktu 100 (seratus) hari kerja, bukan menjadi sesuatu yang mutlak dan wajib.
Melainkan masih sangat dimungkinkan batasan waktu tersebut terlampaui dan hal tersebut bukan cacat hukum. Masih sangat sesuai dengan rumusan ketentuan dan kaidah yang diatur dalam Pasal 38 ayat (2) UU KIP.
"Oleh karena itulah pihak termohon keberatan mengajukan bukti nomor 1, yang menerangkan bahwa terkait ketentuan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, bahwa penyelesaian sengketa adalah diawali dengan proses registrasi dan selanjutnya penyelesaian sengketa informasi publik paling lambat dapat diselesaikan dalam 100 hari kerja. Dengan demikian apabila melebihi 100 hari kerja tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik," kata Judianto.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Sementara Nurleli Sihotang, pengacara publik pada Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), yang juga kuasa Hukum Serly Siahaan, menerangkan bukti nomor 2 diajukan termohon keberatan karena pemohon keberatan dalam permohonannya menyatakan bahwa Putusan KIP tidak sah dan harus dibatalkan karena diperiksa dan diputus oleh pejabat yang tidak berwenang.
Pihak termohon keberatan membantah hal ini dalam jawabannya pada tanggal 29 Maret 2022, yang menyatakan dalil pemohon keberatan sama sekali tidak beralasan dan harus dikesampingkan, karena tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Faktanya ada perpanjangan masa jabatan anggota Komisi Informasi Pusat. Hal itu sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 133/P Tahun 2021 tentang perpanjangan masa jabatan Anggota Komisi Informasi Pusat.