DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait pemecatan Valyano Boni Raphael, seorang siswa Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jawa Barat, di gedung parlemen, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Keluarga Valyano Boni Raphael dan Kepala SPN Polda Jabar Kombes Dede Yudi Ferdiansyah dihadirkan langsung untuk memberikan keterangan di depan sejumlah anggota Komisi III DPR RI.
Baca Juga:
Sejak 1970, Cita Rasa Khas di Kedai Kopi dan Masakan Batak Mery Parongil Dairi
Diketahui, Valyano Boni Raphael, dikeluarkan dari pendidikan pada 3 Desember 2024. Mirisnya, surat pemberhentian itu dikeluarkan H-6 sebelum ia dilantik jadi anggota Polri.
Mengutip unggahan video di akun TikTok Hinca Pandjaitaj, dalam kesempatan itu, anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan dalam pandangannya mengibaratkan pemecatan Valyano merupakan psikhuskha di era Soviet.
"Diluar benar atau salah, saya nggak ingin mendialogis diagnosis medis ini terhadap siswa itu. Saya nggak ingin. Saya hormat itu. Tidak ada masalah disitu. Siapapun boleh mendapatkan vonis yang berbeda. Tetapi, lebih buruk itu semua bila ada indikasi. Saya catat tadi dari pimpinan, ada indikasi bahwa diagnosis ini lahir bukan dari objektifitas medis melainkan kebencian. Saya catat tadi. Itu namanya psikhushka. Bahaya itu," kata Hinca.
Baca Juga:
Sidang Razman vs Hotman Ricuh, MA Tunggu Laporan Resmi
Sebelumnya Hinca menjabarkan tentang psikhuska, strategi yang menurutnya begitu cerdas tetapi juga begitu kejam.
"Menggunakan ilmu psikologi sebagai alat eliminasi. Mereka tidak membungkam musuh dengan peluru, tidak membungkam kritik dengan penjara. Mereka membuat lawan terlihat gila. Mereka menyebutnya psikhushka. Rumah sakit jiwa yang bukan sekedar tempat pengobatan tetapi juga alat politik," paparnya.
Disebut, mereka yang vokal terhadap pemerintah, mempertanyakan kebijakan negara, yang berani bersuara berbeda, dapat dengan mudah dikirim ke fasilitas itu.