Berarti kedua perusahaan tersebut sudah mengkapling 32.721 hektar atau sekitar 17,07% persen dari luas Kabupaten Dairi.
Artinya, pemerintah secara sadar mengundang bencana di Kabupaten Dairi karena kedua perusahaan tersebut betul berada pada daerah-daerah penyanggah hidup ribuan masyarakat Dairi.
Baca Juga:
Sambut Masa Tenang Pilkada Jakarta, KPU Jakbar Gelar Panggung Hiburan Rakyat
Hal lain yang juga menjadi sorotan anggota APUK adalah dampak perubahan iklim yang sudah semakin mengkuatirkan petani di Kabupaten Dairi.
Sulitnya memprediksi musim, munculnya berbagai hama dan penyakit baru pada tanaman, musim kemarau dan hujan yang semakin panjang, meningkatnya frekuensi bencana alam seperti hujan es dan angin puting beliung, suhu yang semakin panas dan berbagai dampak lainnya, menyebabkan turunnya produktivitas pertanian dan pendapatan petani.
Namun situasi kritis itu belum mendapat respon serius dari pemerintah. Komitmen penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen pada tahun 2030 yang dituangkan dalam National Determine Contribution (NDC), tidak selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.
Baca Juga:
Sekjen GEKIRA Partai Gerindra: Pemilukada Damai Bukti Rakyat Cerdas
Ada lima kategori sektor dan proporsi kontribusinya dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca sejumlah 29 persen dengan usaha sendiri terdiri dari sektor kehutanan (17.2 persen), energi (11 persen), pertanian (0.32 persen), industri (0.10 persen), dan limbah (0.38 persen).
Kontribusi dari sektor kehutanan sebesar 17,2 persen patut dipertanyakan mengingat kebijakan investasi yang masih memberikan ruang yang sangat besar dalam pengelolaan dan pengrusakan hutan.
Padahal hutan adalah konsumen terbaik karbondioksida sebagai upaya mitigasi dampak perubahan iklim yang sangat efektif.