DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Sebagai mahluk zoon politicon untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mendasar seperti sandang, papan dan pangan dan juga kebutuhan lain, manusia membutuhkan interaksi dengan pihak lain, dalam tataran yang sangat sederhana atau tradisional maka pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan cara barter.
Kemudian dalam masyarakat modern berkembang menjadi adanya masyarakat atau kelompok yang memiliki modal atau kekayaan dalam bentuk barang berharga atau sejumlah uang.
Baca Juga:
Festival Marching Band Competition Perebutan Piala Bupati Karo Ditutup, SD Sint Yoseph Kabanjahe Rebut Juara 1 Junior.
Disisi lain, ada pihak yang membutuhkan materi tersebut untuk pemenuhan kebutuhan hidup atau dapat juga untuk kepentingan permodalan dalam rangka pengembangan usaha.
Keberadaan dari 2 (dua) kelompok yang berbeda situasi ini memungkinkan akan mendorong terjadinya interaksi, dalam hal ini pihak yang membutuhkan permodalan atau sejumlah materi dapat mengajukan permohonan pinjaman sejumlah nilai tertentu kepada pihak yang memiliki modal.
Pemberian pinjaman sangat mungkin diberikan tanpa konsekuensi yang dimungkinkan karena adanya kedekatan personal atau hubungan kekeluargaan, namun disisi lain dimungkinkan juga pemberian pinjaman disertai dengan konsekuensi kewajiban pemberian jasa atau bunga atas pinjaman.
Baca Juga:
Menkes Kesal Dengar RS Lologolu Tidak Beroperasi, Instruksikan Alkesnya Dipindahkan ke RSUD Pratama Nias Barat
Interaksi yang dilakukan idealnya haruslah didasarkan pada komitmen dan etiked baik, sehingga masing-masing pihak harus memahami tentang hak dan juga kewajiban.
Akan tetapi dalam praktik sangat mungkin pihak yang mengajukan pinjaman atau dukungan permodalan tidak memiliki komitmen dengan apa yang diperjanjikan, sebaliknya justru dengan sengaja mencari-cari persoalan guna timbul permasalahan yang nantinya akan dijadikan alasan untuk tidak melakukan pelunasan.
Istilah orang Medan agak laen, peminjam zaman sekarang ngeri-ngeri sedap, lemah lembut diawal kemudian menyala pada waktu jatuh tempo pembayaran.
Pada saat situasi seperti ini terjadi maka dicarilah saluran penyelesaian, yang pertama melintas dipikiran pastilah melapor kepada pihak kepolisian dengan alasan telah terjadi penipuan.
Pengertian
Dalam hukum perdata dikenal istilah perjanjian yang diartikan sebagai suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih (Pasal 1313 KUHPerdata).
Perjanjian ini menciptakan hubungan hukum berupa hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat.
Sedangkan syarat sahnya suatu perjanjian adalah kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, suatu sebab yang tidak terlarang (Pasal 1320 KUHPerdata).
Wanprestasi adalah istilah dalam hukum perdata yang merujuk pada kegagalan atau kelalaian seseorang dalam memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam suatu perjanjian. Istilah ini juga dikenal sebagai "cidera janji".
Wanprestasi bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti tidak melakukan apa yang dijanjikan, terlambat memenuhi janji, atau melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan.
Penipuan atau bedrog dalam bahasa Belanda dalam hukum pidana diartikan sebagai barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang (Pasal 378 KUHP).
Sederhananya wanprestasi itu adalah suatu keadaan yang peristiwa awalnya dilakukan dengan itikad baik tentunya dengan parameter terpenuhinya syarat-syarat perjanjian, kemudian terdapat permasalahan dalam hal pemenuhan objek perjanjian.
Sedangkan bedrog pada saat peristiwa terjadi sesungguhnya salah satu pihak sudah melakukan dengan didasarkan pada itikad tidak baik atau lebih vulgar sudah terdapat mens rea dalam perbuatan, namun oleh pihak yang digerakkan untuk memberikan sesuatu barang tentang hal tersebut belum diketahui, karena pelaku menyamarkan dengan sedemikian rupa diantaranya dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan.
Dalam hukum perdata terdapat juga norma yang mengatur tentang perjanjian yang dilakukan dengan tidak didasarkan pada itikad baik yang dikualifikasi sebagai perjanjian yang tidak sah (Pasal 1321 KUHPerdata).
Mekanisme Penyelesaian
Dalam hal terjadi wanprestasi yang merupakan lingkup hukum perdata (hukum privat) maka upaya penyelesaian yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan mediasi dalam rangka mencari solusi penyelesaian yang dapat didahului dengan adanya somasi.
Selanjutnya apabila pihak yang melakukan wanprestasi tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan, maka langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah mendaftarkan gugatan wanprestasi ke Pengadilan sebagai upaya pemulihan kerugian yang dialami dengan menjadikan harta dari pihak yang melakukan wanprestasi sebagai jaminan pemulihan kerugian tersebut.
Sedangkan dalam hal terjadinya bedrog yang dikualifikasi sebagai tindak pidana (hukum publik) maka saluran penyelesaian yang dapat dilakukan adalah membuat laporan kepada pihak kepolisian.
Selanjutnya oleh penyidik akan diproses dengan menerapkan delik penipuan sebagaimana rumusan Pasal 378 KUHP.
Hasil penyidikan akan dikirimkan ke kejaksaan dalam rangka prapenuntutan dan setelah dinyatakan lengkap (P21) akan dilimpahkan ke pengadilan dalam rangka pemeriksaan dan penjantuhan hukuman apabila dakwaan dinyatakan terbukti telah melakukan penipuan.
Terhadap peristiwa yang dikualifikasi sebagai penipuan setelah diputus di pengadilan, maka dalam rangka pemulihan kerugian dari pihak korban dapat juga diajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum dengan menjadikan harta dari yang bersangkutan sebagai jaminan pemulihan kerugian sebagai akibat dari penipuan.
Pemaksaan Kehendak
Dalam hal warga tetap memaksakan diri untuk melaporkan peristiwa yang secara nyata-nyata merupakan wanprestasi, dilaporkan sebagai dugaan tindak pidana penipuan, dimungkinkan laporan tersebut akan diterima berhubung sesuai norma yang diatur dalam hukum acara pidana tidak dibenarkan penyelidik dan penyidik menolak laporan.
Setelah laporan diterima maka akan ditindaklanjuti dengan kegiatan penyelidikan yang diartikan sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 5 KUHAP).
Penyelidikan dilakukan dengan kegiatan berupa wawancara terhadap pihak-pihak terkait dengan peristiwa dan juga analisis terhadap dokumen-dokumen (Pasal 6 Perkap 6 Tahun 2019).
Terhadap peristiwa yang secara nyata-nyata adalah merupakan wanprestasi yang kemudian dipaksakan dilaporkan sebagai dugaan tindak pidana penipuan maka dipastikan kesimpulan dari hasil penyelidikan adalah menyatakan bahwa peristiwa yang terjadi bukanlah merupakan peristiwa pidana selanjutnya proses penyelidikan dihentikan dan diberitahukan kepada pelapor atau korban, tentunya setelah melewati proses yang panjang dan mungkin juga melelahkan.
Penutup
Dari uraian di atas, selayaknya sudah diperoleh pemahaman tentang perbedaan mendasar antara wanprestasi dan penipuan berikut mekanisme penyelesaiannya.
Selanjutnya diharapkan tidak ada lagi peristiwa yang secara nyata-nyata dikualifikasi sebagai wanprestasi dipaksakan dilaporkan pada Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
Tindakan tersebut akan berakhir sia-sia dan menghabiskan waktu secara percuma karena menjalankan proses tidak pada salurannya.
*Penulis adalah Kanit 3 Subdit III Ditreskrimsus Polda Sumut/Dosen Hukum Pidana pada Magister Ilmu Hukum Universitas Darma Agung Medan
[Redaktur: Robert Panggabean]