Menurutnya, ketidaktercapaian target ini mengindikasikan adanya permasalahan dalam perencanaan, tender, dan pelaksanaan proyek.
“Disinilah seharusnya Kejaksaan berperan. Karena ini menyangkut uang negara, kejaksaan harus turun tangan dan mengusut dugaan penyimpangan. Saya bahkan sudah menyerahkan dokumen laporan masyarakat kepada Kejati, namun justru dinyatakan sebagai pendampingan proyek strategis. Jika proyek strategis tidak boleh disentuh, bagaimana mungkin ada transparansi dan akuntabilitas?!” tegasnya.
Baca Juga:
HSG Merosot Pasca Peluncuran Danantara, Rosan: Kini Mulai Rebound
Lebih lanjut, legislator Fraksi Demokrat itu juga menyoroti penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Agung pada Desember lalu terkait dugaan korupsi impor BBM di Pertamina.
Temuan ini menunjukkan bahwa dugaan penyimpangan yang telah diungkap sejak beberapa tahun lalu memang benar adanya.
Hinca juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap Pertamina, yang memiliki lebih dari 200 anak perusahaan, agar tidak menjadi “negara dalam negara”. Menurutnya, Pertamina saat ini ibarat kapal Titanic yang tengah menuju kehancuran jika tidak segera diselamatkan.
Baca Juga:
Gunakan Pompa Air Saat Banjir, Satu Keluarga di Bekasi Tersengat Listrik
Dalam rangka memastikan penegakan hukum di sektor energi, Komisi III DPR RI membentuk Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Penegakan Hukum Sumber Daya Alam. Salah satu fokusnya adalah praktik pengeboran ilegal oleh masyarakat.
Hinca menilai bahwa masyarakat yang mengebor minyak secara mandiri tidak dapat sepenuhnya disalahkan karena mereka hanya memanfaatkan sumber daya yang ada.
“Aparat penegak hukum seharusnya mengawasi dan memastikan minyak hasil pengeboran rakyat ini dibeli oleh Pertamina sehingga bisa menambah lifting minyak nasional. Jangan justru masyarakat yang ditekan, sementara Pertamina yang legal tetapi menjalankan praktik yang ilegal dibiarkan,” ungkapnya.