DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Balon adalah sebuah ruangan elastis. Pada ruangan elastis ini setiap pengembangan terlihat jelas. Sekalipun elastis bukan berarti tanpa batas.
Namun keterbatasan seperti ini jangan pula membatasi pikiran dan kemampuan manusia untuk berinovasi, menambah pengembangan terhadap balon dimaksud.
Baca Juga:
Pasutri di Nias Barat Terlibat Cekcok hingga Saling Tikam, Istri Tewas Bersimbah Darah
Walaupun balon sebagai ruang terbatas, tetapi akal manusia merupakan kapasitas penciptaan ruang, bahkan mampu berimprovisasi mengubah elastis terbatas menjadi keterbatasan yang elastis.
Tentu kita tidak mau kalau suatu perkembangan terhenti pada status quo, yakni perhentian akibat kekerdilan (kedangkalan) dan mentalitas.
Sebab itulah si tukang balon berupaya dengan kapasitasnya yang ada untuk mencari teknik pengembangan baru.
Baca Juga:
Balas Dendam Digital, Warganet Indonesia 'Keroyok' Hutan Amazon hingga Dapat Bintang 1
Sebelum balonnya dipompa, disambung dahulu balon lain dengan sistem bejana berhubungan memakai pipa kecil. Pada tahap inovasi berikut, pipa kecil dibubuhi selaput memungkinkan balon dan pipa menghasilkan bunyi musikal yang menyenangkan. Kemudian ini disebut nilai tambah.
Dengan demikian harganya pun mahal, sebab dapat menjadi digandrungi anak-anak serta orangtuanya.
Demikianlah balon dan perkembangan serta inovasi itu sendiri bisa dikagumi semua orang sekalipun harganya tinggi. Penjual beruntung, pembeli senang.
Suatu pekan (pasar) tak ubahnya segelas air manis, dikerumuni semut. Hal itu akan berlanjut terus selama tidak dibatasi.
Untuk pemecahannya ada beberapa pilihan. Semut di matikan, air manis ditutup rapat. Berikan alternatif. Pilihan lain lebih memungkinkan jika itu untuk manusia. Beri alternatif yang boleh diterima kedua pihak. Walau tidak saling menguntungkan, sedikitnya saling tidak merugikan.
Kalau kita jujur, sebenarnya bukan inovasi, bukan alternatif yang diberikan kepada pengguna jasa pasar tetapi tindakan penertiban (penggusuran). Kata penertiban sering memberi nuansa pengertian, apakah membuat tertib atau membuat keributan.
Tiga pekan lalu, April 2025, kru media ini menyaksikan penertiban terhadap pedagang di sekitar pekan Sumbul, Kecamatan Sumbul, yang dilakukan Satpol Pamong Praja (Satpol PP) dibantu Dinas Perhubungan dan lainnya.
Petugas penertiban dari Satpol PP, mengusir pedagang dan bahkan Satpol PP sampai menabraki beberapa tiang kios pedagang. Tak obahnya seperti Tentara Serbia. Pedagang yang kebanyakan wanita lanjut usia pun lari tunggang langgang menyelamatkan barang jualannya.
Hasil pebertiban itu sering hanya beberapa jam saja. Setelah petugas berlalu, pedagang kembali membentangkan jualannya, layaknya main kucing-kucingan.
Mereka yang selalu mengalami penertiban adalah petani yang memasarkan langsung hasil (produksi) pertaniannya. Tentu, mereka tak punya tempat di pajak karena sifatnya musiman.
Sebenarnya dilema seperti ini bukan hanya di pajak Sumbul, tetapi semua kota maju dan sedang berkembang. Kenyataan yang harus diterima.
Seperti menutup mata air, tidak akan berhasil. Artinya, pasti cari jalan lain. Sebaiknya ditampung dan dialokasikan.
Mengapa masalah seperti ini sulit diselesaikan? Bisa jadi karena yang tidak punya kesadaran bertemu dengan yang juga tidak punya kesadaran. Berhadapan pula dengan yang tidak punya kesadaran.
Pedagang tidak sadar berjualan di bahu jalan menyalahi peraturan. Pembeli tidak menyadari untuk memaksa mereka pindah adalah tidak membeli disitu. Dilain pihak petugas tidak menyadari bentakan, ancaman, tidak menyelesaikan masalah.
Akibat hal tersebut, kru media ini sering menyaksikan masyarakat menggerutu menanggapi ancaman petugas.
Mereka sering berkata, "Bilang sajalah tidak bisa cari makan". Bahkan ada yang mencela pejabat dengan berkata "menyesal aku memilihmu".
Mengapa mereka sulit mematuhi peraturan. Sebab mereka pedagang musiman. Panen sayur misalnya, lalu mereka memasarkan sendiri. Tidak mungkin membeli tempat di dalam pajak yang harganya mahal.
Sebenarnya, penertiban atau penggusuran dialami semua kota yang bergerak maju. Penertiban pedagang merupakan masalah global.
Kita mengagungkan modernisasi, tetapi risih menghadapi gejala bawaannya. Bahkan pejabat ingin situasi tetap seperti semula. Seperti terdahulu tanpa gejolak. Padahal gejolak merupakan kembar dari suatu perubahan.
Kalau ruangan tak berubah, sedangkan volume berlipat ganda, secara alami akan terjadi ledakan, sedikitnya benturan. Seperti balon terus di pompa. Antara ruang dan isi harus seimbang.
Transportasi saat ini di Kecamatan Sumbul sudah lancar, sehingga petani dengan bebas tanpa hambatan dapat setiap saat keluar masuk kota, ditopang lagi setiap rumah tangga sudah memiliki kenderaan roda dua.
Salah seorang pedagang yang setiap pekan (Selasa) mengaku, marga Sagala, mengatakan bahwa pajak Sumbul sudah over kapasitas.
Pantauan kru media ini, Selasa (20/5/2025) sekitar pukul 13.00 Wib, pedagang kembali berjualan di badan jalan, bahkan di tengah badan seenaknya menjajakan barang jualannya tanpa hambatan.
Sedangkan sebelumnya masih terlihat tertib sebab petugas Satpol PP tetap di lokasi melaksanakan tugasnya.
Setiap lembaga pemerintah harus berfungsi mengayomi dan membimbing masyarakat. Sebab abdi rakyat ditulis di topi bukan di tumit sepatu.
*Penulis adalah wartawan WahanaNews.co
[Redaktur: Robert Panggabean]