Penulis: Devi Romauli Sianipar (Staff Yayasan Diakonia Pelangi Kasih)
WahanaNews-Dairi | Saudur menikah dengan seorang laki-laki bernama Bagian Sihombing, penduduk asli Desa Bonian, yang juga satu kecamatan dengannya.
Baca Juga:
Meriah! Pawai Takbiran dan Lomba Tabuh Bedug Pemkab Dairi Jadi Perhatian Warga
Saudur tinggal dan menetap di Desa Bonian, bersama suaminya yang juga seorang petani, memiliki tanah yang cukup luas untuk bertani.
Mereka memiliki 5 anak. 2 laki-laki dan 3 orang perempuan. Untuk menambah pendapatan keluarga, Saudur memulai bisnis kecil-kecilan, berjualan di Desa Bonian, seperti masa hidupnya waktu kecil.
Kebutuhan rumah tangga semakin hari meningkat. Demikian dengan biaya sekolah anak-anaknya.
Baca Juga:
Lebaran Idulfitri 1446 H, PLN Jawa Barat Sukses Jaga Pasokan Listrik Andal
Mereka memutuskan membeli sebuah mesin penggiling kopi. Saudur menawarkan jasa menggiling kopi di rumahnya. Saat itu, di Desa Bonian belum ada jasa untuk menggiling kopi.
Selain itu, dia juga mulai berjualan kopi bubuk, kemiri, ulos, dan karung. Dia menampung kemiri dari banyak orang dan kemudian menjualnya, setelah dikupas.
Sementara di ladang, mereka menanam tanaman tua seperti durian, duku, jengkol. Seiring berjalannya waktu, juga ditanam nilam, pinang, coklat, kapulaga dan pisang.
Nilam pernah menjadi sumber utama pendapatan petani di Kecamatan Silima Pungga-pungga.
Dari hasil pertanian, keluarga Saudur mampu menyekolahkan ke-6 anak mereka, walau hanya sampai jenjang SMA. Tamat sekolah anak-anaknya lebih memilih merantau dan bekerja.
Saat ini, seorang anak laki-laki mereka tinggal di kampung, menggantikan Saudur mengolah lahannya, karena Saudur sudah tua dan suaminya telah meninggal dunia.
Di masa tuanya kini, Saudur mengandalkan hasil dari pohon duku yang ia miliki. Jika dukunya berbuah, Saudur memperoleh pendapatan sekitar 20 juta-an sekali panen.
Dari pohon durian, Saudur hanya memperoleh sekitar 5 juta, karena buah duriannya lebih sering diberikan kepada keluarga dekat, untuk oleh-oleh.
Selain duku dan durian, Saudur juga memanen buah pinang, taksasi hasil 10 kilogram per bulan.
Hingga saat ini, di rumahnya, Saudur juga masih berjualan ulos, kemiri, kopi, karung dan es yang dibuat oleh menantunya.
Walau Saudur telah tua, saat ini berusia 71 tahun, dia masih bisa menghasilkan uang. Bahagia, karena dia bisa memberi para cucunya uang jajan setiap hari.
Saudur bahagia menjadi seorang petani. Baginya, bertani adalah pekerjaan mulia. Menurut Saudur, karena saat bertanilah kita memanfaatkan tanah pemberian Tuhan untuk menghasilkan panen, untuk keberlangsungan hidup manusia.
Tanah itu adalah bagian dari diri kita, sehingga harus dijaga dan dirawat seperti kita menjaga dan melindungi diri kita dari ancaman ataupun bahaya.
Pergumulan dalam Pertanian
Resah dan gelisah, menjadi sesuatu hal yang membuat Saudur tidak tenang lagi tinggal di kampungnya.
Sejak tahun 1998 telah hadir sebuah perusahaan besar yang akan menambang di Kecamatan Silima Punggapungga.
Saat kedatangan pertambangan yang awalnya milik Australia itu, masyarakat dan Saudur sendiri tidak terlalu peduli, karena belum mengetahui apa dan seperti apa pertambangan yang akan hadir di desa mereka itu.
Hingga, berdasarkan pemaparan Saudur, di tahun 2009 dia mengenal sebuah lembaga yang bergerak di bidang diakonia dan saat itu ada sebuah komunitas yang dibentuk yaitu organisasi perempuan.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai bertanya-tanya apa dan seperti apa pertambangan yang akan hadir di tempat mereka itu.

Devi Romauli Sianipar, staff Yayasan Diakonia Pelangi Kasih [Foto: WahanaNews/ist]
Saudur bersama lembaga pendamping mulai mempelajari dan berdiskusi serta mencari informasi yang lebih, terkait dengan pertambangan.
Hingga pada tahun 2017, kontrak karya perusahaan dikeluarkan dan Desa Bonian masuk ke kawasan konsesi tambang, area ring satu.
“Sejak pertambangan melakukan eksplorasi di tahun 2012, monyet yang dulu berada di hutan mulai berdatangan ke ladang kami, hingga akhirnya kami harus menjaga tanaman kami. Karena jika tidak, semua akan dihabisi monyet, hingga akhirnya gagal panen,” ucap Saudur.
Seiring berjalannya waktu, berbagai pelatihan dan studi banding diikuti oleh Saudur, bersama lembaga pendamping mereka.
Saudur telah menyadari betul bahwa pertambangan memang tidak baik hadir di Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi.
Hal itu di dukung dengan beberapa fakta yang mengatakan bahwa Dairi merupakan daerah rawan bencana. Curah hujan yang tinggi dan berada di beberapa patahan seperti patahan Bahorok, Toba, Renun dan Angkola.
Perusahaan tambang itu juga akan membangun bendungan limbah atau tempat penampungan limbah seluas 24 hektar dengan ketinggian sekitar 20 meter.
Bendungan itu akan dibangun tepat di belakang gereja HKBP Sikkem yang ada di Sopokomil. Padahal tanah tersebut merupakan tanah bekas abu vulkanik hasil dari letusan gunung Toba, sehingga tanah itu tidak kokoh.
Bendungan itu juga berada di hulu desa. Dengan kondisi Dairi yang rawan gempa dan curah hujan yang tinggi, tentu itu menjadi sumber kekhawatiran masyarakat, terkusus Saudur sendiri.
Menjaga Tanah Peninggalan
Harta paling berharga adalah ketika tanah yang diwariskan dapat dijaga dan dilestarikan hingga tetap mampu menghidupi generasi ke generasi.
Saudur bersama perwakilan masyarakat dari desa lainnya, yang merupakan kawasan terdampak nantinya oleh aktivitas perusahaan, mulai menyuarakan kegelisahannya ke pemerintah.
Hal itu dilakukan melalui audiensi kepada para pemimpin, pengambil kebijakan, bahkan sampai mengumpulkan petisi penolakan kehadiran perusahaan di kampung mereka.
Namun, sampai saat ini, aspirasi mereka belum ditanggapi serius oleh pemerintah. Mereka belum puas dengan jawaban dan kata-kata manis yang diucapkan oleh pemerintah kepada mereka.
Saudur bersama teman seperjuangannya tak kenal letih. Mereka tetap berjuang untuk menyuarakan penolakan mereka dengan melakukan konferensi pers, audiensi ke instansi, yang dianggap dapat membantu untuk tetap mempertahankan tanah yang mereka miliki.
"Saya akan tetap berjuang hingga ajal menjemput saya. Sekali berjuang, tetap berjuang. Apapun yang terjadi saya tidak akan membiarkan tanah saya jatuh ke tangan pertambangan. Berpuluh tahun saya hidup di Desa Bonian ini dan membesarkan anak-anak saya hingga sukses di perantauan. Semua ini berkat tanah dan hasil pertanian,” kata Sudur.
Saudur dengan kondisi tubuh yang sudah kurang sehat, kadang sering melamun dan bertanya dalam dirinya, mengapa orang-orang yang ada di desanya bahkan kepala desa berpihak ke perusahaan. Bahkan dengan mudah melepas tanah peninggalan leluhur mereka.
Padahal, jika perusahaan beroperasi, maka sumber air mereka juga akan terancam. Karena menurut yang Saudur pahami, pertambangan sangat rakus dengan air.
Berharap Pada Tuhan
Dalam hidup yang Saudur jalani, dia hanya percaya pada suatu hal, bahwa Allah Tuhan yang ia sembah dan percayai dalam hidupnya, tidak akan membiarkannya menderita.
Ujian atau cobaan yang ia hadapi tidak akan melampaui kekuatannya. Sebab jika Yesus bersama kita, siapa dapat melawan.
Prinsip itu yang ia pakai untuk tetap semangat berjuang. Terlebih apa yang ia perjuangkan adalah demi kebaikan generasi yang akan datang.
Saudur memiliki visi bahwa ia tidak akan mewariskan air mata, namun ia berharap yang akan diwariskan adalah mata air kehidupan.
Harapan, generasi penerusnya masih bisa menikmati tanah yang Tuhan titipkan untuk dikelolanya selama ini. Seperti saat ini, tanah yang dikelola anaknya, untuk kelangsungan hidupnya.
Saudur juga berharap bahwa anak bungsunya yang ada di perantauan, satu-satunya yang belum menikah, akan pulang dan mewarisi tanahnya.
Saudur telah menyiapkan dan membagi tanah yang ia miliki pada kedua anak laki-lakinya. Ia berharap anak bungsunya untuk tinggal di kampung dan menemaninya hingga akhir hayat hidupnya.
Memang di jaman ini, kebanyakan orang muda sudah tidak berminat lagi menjadi seorang petani. Ia juga merasa anaknya yang paling bungsu mungkin tidak berminat menjadi seorang petani.
Namun Saudur hanya selalu berdoa pada Tuhan supaya menunjukkan yang terbaik bagi hidup anak-anaknya, hingga ia boleh tenang dan damai melihat anak dan cucunya hidup dengan sukacita dari Tuhan. [gbe]