Mereka semua menjadi korban dari tambang yang diijinkan oleh negara. Menurut mereka, negara kini menjadi semakin buta dan tuli menyikapi dampak tambang.
Mimi Surbakti, perwakilan Srikandi Lestari mengatakan, parahnya lagi, pemerintah tidak mau melihat bagaimana penderitaan rakyat akibat dampak tambang yang terjadi di lapangan.
Baca Juga:
Mahkamah Konstitusi Terima 206 Permohonan Sengketa Pilkada Kabupaten hingga Provinsi
Lebih lanjut, Suheiry dari Madina mengatakan bahwa dalam perjuangan mereka dalam melawan pertambangan emas di kampungnya, ada juga jatuh korban.
Ketika melakukan aksi, seorang perempuan terkena tembakan peluru karet, sehingga harus dilarikan ke Medan untuk berobat.
Namun korban yang terkena peluru karet tersebut akhirnya dikrimilisasi oleh pihak kepolisan dengan menjadikannya sebagai tersangka.
Baca Juga:
ASDP Gandeng Bank Indonesia Perkuat Distribusi Uang Rupiah hingga ke Pelosok Negeri
"Hal inilah kesulitan dan kejamnya perjuangan melawan kehadiran pertambangan," kata Suheiry.
"Kita petani membutuhkan kenyamanan dalam mengusahai tanah kita. Kalau sudah tak nyaman maka usaha tani kita akan gagal dan tinggal. Untuk mendapatkan kenyamanan, kita harus berjuang dengan semangat," lanjutnya.
Saptar, perwakilan dari Madina juga menambahkan bahwa kita harus legowo (terbuka), jangan membedakan antara yang bersentuhan langsung dengan yang tidak bersentuhan langsung.