WahanaNews-Dairi | Aliansi Petani Untuk Keadilan (APUK) Desa Bonian, Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, bersama puluhan warga dari berbagai desa di sekitar tambang PT DPM, memperingati 17 tahun Hari Anti Tambang (HATAM), mengenang 17 tahun peristiwa semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo pada 29 Mei 2006 silam, Selasa (30/5/2023).
Keterangan pers diterima WahanaNews.co, pada acara itu dilakukan diskusi dengan tema “Oligarki tambang dibalik kejahatan negara-Korporasi, memperparah kerusakan ruang produksi masyarakat-Perkuat solidaritas rakyat".
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
Diskusi diawali dengan berbagi pengalaman oleh peserta dari berbagai desa yang ada di lingkar tambang.
Dipaparkan, peristiwa 17 tahun lalu di Sidoarjo merupakan peringatan dan monument sejarah yang nyata bisa dilihat sampai sekarang, khususnya petani.
"Kita harus menjaga tanah dan kampung kita jangan sampai terjadi lagi peristiwa di Sidoarjo atau jangan jadikan Dairi menjadi lumpur Lapindo kedua. Kita harus menyebarkan informasi dampak negatif tambang karena kita berada di wilayah pertambangan," ujar seorang peserta, Dormaida Sihotang, ketika moderator mempertanyakan mengapa Hari Anti Tambang harus diperingati tiap tahunnya.
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
Ada yang berbeda dalam peringatan HATAM tahun ini, dimana yang menjadi narasumber dalam diskusi adalah para korban dari tambang-tambang yang ada di Sumatera Utara.
Diantaranya, komunitas Yayasan Srikandi Lestari dari Langkat, tepatnya daerah Pangkalan Susu yang menghadapi pembangunan PLTU Batu bara.
Kemudian, perwakilan warga yang sedang berhadapan langsung dengan Geotermal di Mandailing Natal (Madina).