Menurutnya, negosiasi tersebut masih relevan karena koalisi Gerindra-PKB belum menetapkan nama cawapres, sehingga kemungkinan menggeser nama Cak Imin masih terbuka.
Kendati demikian, ia menilai negosiasi berpotensi alot jika PDI-P menghendaki skema Puan-Prabowo, mengingat Gerindra telah menetapkan standar pencapresan Prabowo.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Tapi skema trade off tetap memungkinkan dilakukan mengingat masing-masing memiliki kelebihan dan kekuarangan yang bisa saling mengisi," ujarnya.
"PDI-P memiliki elektabilitas dan mesin politik prima, sedangkan Prabowo memiliki elektabilitas besar meskipun kekuatan Gerindra tak sebesar PDI-P," lanjutnya.
Tak bisa dipungkiri, bergabungnya dua partai itu tentu akan menjanjikan mesin politik yang besar.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Mengingat dinamika koalisi yang ada, Umam mengatakan bahwa negosiasi antara Gerindra-PDI-P ini merupakan kesempatan terakhir bagi keduanya.
Terlebih, pernyataan tentang angka 13 sebagai angka keberuntungan Prabowo itu tampaknya menjadi pesan politik dari Prabowo untuk mengajukan proposal koalisi dengan skema pasangan Prabowo-Puan.
"Meskipun angka 13 ala Prabowo itu berangkat dari logika 'otak-atik gathuk' yang ia hubungkan dengan satuan Batalyon 328 (total 13) yang dulu pernah ia pimpin, namun angka 13 itu berada di baris kedua dalam seri nomor mobil Puan, yakni 1858," kata dia.