“CBDC dikhawatirkan sebagai pelarian dari simpanan bank. Inilah jalur krisis yang benar-benar nyata. Jika perpindahan ini cepat, akan berisiko sebagai krisis keuangan,” ungkap Griffoli.
Demi meminimalkan risiko ini, Bank Sentral selaku penerbit CBDC harus lebih dalam mengkaji soal CBDC. Jangan sampai membuat masyarakat benar-benar meninggalkan perbankan.
Baca Juga:
Ridwan Kamil Janji Bereskan Masalah Tempat Ibadah dan Jamin Keadilan Sosial di Jakarta
"Bank Sentral bisa menawarkan aset yang dapat dipegang masyarakat dalam likuiditas yang tak terbatas, ini bisa memperlambat masyarakat untuk lari dari bank komersial," kata Griffoli.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni Primanto Joewono menjelaskan mengenai perkembangan CBDC hingga potensi dan risiko yang bisa ditimbulkan oleh CBDC. Menurut Doni, desain CBDC tidak boleh mengganggu dan merugikan stabilitas keuangan.
BI sendiri saat ini telah menggarap CBDC sendiri yang disebut Rupiah Digital. Oleh Sebab itu, BI senantiasa akan mendengarkan berbagai masukan dari industri mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh bank sentral dalam mendesain CBDC.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
“Dalam waktu dekat, BI akan menerbitkan whitepaper yang kemudian akan diikuti oleh consultative paper. Hal tersebut merupakan langkah besar sebelum memasuki bukti konsep dan memulai langkah penerbitan CBDC,” ujar Doni.
Doni menjelaskan ada beberapa peluang yang bisa diciptakan dari CBDC ini yaitu adalah inklusi keuangan dan juga pembayaran lintas negara.
Sedangkan untuk risiko dari CBDC adalah pencucian uang, keamanan konsumen, shadow currency, dan stabilitas keuangan. [gbe/Tio]