DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Respons pihak Kepolisian terkait penerimaan laporan dalam rangka proses pidana terkadang masih dipermasalahkan dan menjadi sorotan publik di media sosial.
Sebagai contoh, seorang wanita di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), yang diduga jadi korban pencurian, curhat di media sosial usai laporannya di tolak polisi.
Baca Juga:
Sebut Pembodohan Publik, Dedi Mulyadi Pertegas Larangan Study Tour
Korban diketahui bernama Putri Rahmi (36). Dia diduga jadi korban pencurian di warungnya yang terletak di Kecamatan Tallo, Kota Makassar, Sulsel, belum lama ini.
Atas peristiwa pencurian itu, wanita penjual nasi Padang tersebut langsung mendatangi Mapolsek Tallo guna membuat laporan resmi atas kehilangan tiga buah ponsel miliknya, pada Selasa (21/1/2025).
Bukannya diterima dengan baik, laporan Putri diduga malah ditolak dengan alasan ponsel yang dicuri tidak memiliki nomor IMEI resmi.
Baca Juga:
Jejak Terakhir Diplomat Kemlu Sebelum Tewas: Sempat ke Mal Bersama Rekan
Menanggapi postingan viral itu, Kasi Humas Polrestabes Makassar AKP Wahiduddin mengatakan bahwa pihak Propam Polrestabes Makassar telah bergerak melakukan pendalaman.
"Propam Polrestabes sudah turun ke lokasi, mengecek kebenaran (informasi penolakan) itu (Kompas.com 23/1/2025).
Kemudian, peristiwa pencurian yang dialami Suherdi yang mengaku kecewa karena merasa laporannya ditolak saat hendak melapor ke Polsek Pantai Cermin pada Rabu (25/6/2025), usai rumahnya dibobol maling malam sebelumnya, itu terjadi pada Selasa (24/6/2025) sekitar pukul 22.53 WIB, dan terekam kamera CCTV.
Barang yang hilang berupa 25 liter minyak pertalite dalam jerigen dan satu ekor burung jalak seharga sekitar Rp2 juta, dengan total kerugian diperkirakan mencapai Rp2,5 juta.
Saat datang ke Polsek, Suherdi mengaku disarankan untuk tidak membuat laporan, karena kerugian dianggap kecil dan tidak memenuhi batas tindak pidana.
"Saya ke Polsek, tapi kata petugasnya, percuma buat laporan karena tidak bisa ditindaklanjuti," ujarnya.
Ia juga sempat berbincang dengan Kanit Reskrim, yang memberikan pernyataan serupa.
"Beliau bilang, kalaupun dilaporkan, tetap tidak bisa diproses," katanya.
Kini, setelah mendapatkan atensi publik dan media, laporan Suherdi telah diterima resmi oleh pihak kepolisian, dan proses penyelidikan diharapkan dapat berjalan (Mistar.id, 27 Juni 2025).
Regulasi Pelaporan
Dalam rumusan Pasal 1 angka 24 KUHAP disebutkan, Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana.
Kemudian pada Pasal 1 angka 25 KUHAP dirumuskan bahwa pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.
Selanjutnya sesuai Skep Kabareskrim No. Pol.: Skep/ 82 / XII / 2006/ Bareskrim tanggal 15 Desember 2006 halaman 14, laporan polisi diartikan merupakan bukti tertulis atas laporan atau pengaduan tentang sesuatu peristiwa yang diduga tindak pidana dan laporan polisi merupakan syarat untuk dilakukan penyidikan tindak pidana (model A dan B).
Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (Pasal 102 ayat 1 KUHAP) dan setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis (Pasal 108 ayat 1 KUHAP).
Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan (Pasal 108 ayat 6 KUHAP).
Berdasarkan regulasi sebagaimana diuraikan, disimpulkan bahwa penerimaan laporan atau pengaduan bersifat wajib, tidak ditemukan ketentuan yang membenarkan untuk dilakukan penolakan penerimaan laporan atau pengaduan terkait dugaan tindak pidana dalam bentuk laporan polisi.
Praktik Penerimaan Laporan
Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) merupakan pintu awal pelayanan kepolisian termasuk didalamnya penerimaan laporan polisi terkait dugaan suatu peristiwa pidana.
Khusus penerimaan laporan polisi maka didahului dengan adanya tahapan konseling yang dilakukan oleh petugas piket SPKT dengan didampingi personil piket fungsi dengan tujuan untuk melakukan verifikasi awal terkait dugaan peristiwa pidana yang akan dilaporkan berikut kelengkapan bukti-bukti awal terkait peristiwa dalam rangka memastikan apakah peristiwa yang akan dilaporkan merupakan dugaan peristiwa pidana yang akan ditindaklanjuti dengan penerbitan laporan polisi.
Sebaliknya, dalam hal disimpulkan peristiwa yang akan dilaporkan bukan merupakan peristiwa pidana, maka tidak ditindaklanjuti dengan penerbitan laporan polisi melainkan diberikan saran kepada pelapor untuk menempuh saluran hukum lain yang merupakan mekanisme penyelesaian permasalahan yang disediakan negara.
Hasil konseling dengan kesimpulan tidak ditindaklanjuti dengan penerbitan laporan polisi, dalam praktik rentan menimbulkan keberatan dari masyarakat yang terkadang didampingi para praktisi hukum.
Argumentasi umum yang disampaikan bahwa terkait kesimpulan peristiwa yang akan dilaporkan bukan merupakan peristiwa pidana dianggap prematur, karena kesimpulan tersebut diambil tanpa melalui mekanisme penyelidikan yang diartikan sebagai kegiatan untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai dugaan tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan (Pasal 1 angka 5 KUHAP).
Keberatan juga rentan terjadi dalam hal dugaan tindak pidana yang akan dilaporkan dalam kegiatan konseling disimpulkan dikualifikasi sebagai tindak pidana ringan dihubungkan dengan berlakunya Perma Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP terkait tindak pidana pencurian (biasa), penggelapan, penipuan dan pertolongan jahat (tadah) dengan nilai kerugian Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus rupiah) dengan konsekuensi ancaman hukuman maksimal 3 (tiga) bulan dan dalam proses penyidikan tidak dapat dilakukan penahanan.
Penjelasan tentang konsekuensi sanksi atas peristiwa yang akan dilaporkan dikualifikasi sebagai tindak pidana ringan sering mengecewakan bagi masyarakat (pelapor) yang secara umum mengharapkan bahwa pelaku kejahatan yang merugikan dirinya haruslah segera dipenjara supaya merasakan nestapa sebagai ganjaran atas perbuatannya.
Dalam hal pelaku tidak segera dapat dipenjara, maka dianggap tindakan sia-sialah membuat laporan tentang peristiwa, kemudian bersuara ke media mengungkapkan rasa kecewa padahal yang dijalankan adalah sesuai ketentuan hukum acara.
Penutup
Sesuai ketentuan hukum acara pidana memang tidak dibenarkan Polisi menolak laporan tentang dugaan tindak pidana. Hal tersebut tentunya perlu diketahui semua anggota.
Namun adalah fakta juga bahwa banyak peristiwa yang sesungguhnya bukanlah peristiwa pidana akan tetapi dipaksakan untuk diterima laporannya selanjutnya berproses dalam waktu yang lama, kemudian berakhir dengan kecewa karena perkaranya dihentikan dalam tahap penyelidikan atau penyidikan dengan alasan bukanlah merupakan peristiwa pidana.
Untuk itu, apabila mengalami suatu peristiwa baiklah berbicara dengan orang terpercaya yang paham hukum acara guna diberikan cara untuk dapat segera menyelesaikan perkara sesuai saluran yang sebenarnya yang telah disediakan oleh negara. Semoga!
*Penulis adalah Kanit 3 Subdit III Ditreskrimsus Polda Sumut/Dosen Hukum Pidana pada Magister Ilmu Hukum Universitas Darma Agung Medan
[Redaktur: Robert Panggabean]