Hal ini membuat jarak antara warga dengan pemerintah semakin jauh ketika ingin menyampaikan aspirasinya.
"Alasan kita berkumpul hari ini adalah diawali dengan kebijakan negara yang amburadul. Buku ini menarik, dimana sebagian ditulis oleh bapak ibu dan teman-teman, sedang membantah narasi umum dimana kita sedang mengagung-agungkan yang namanya pertumbuhan ekonomi," sebut Melky.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
"Saya bangga. Ada hal baru yang saya temukan, warga menuliskan kisahnya sendiri. Biasanya diberikan kepada pihak ketiga sehingga mengandung asumsi-asumsi. Kesimpulan saya, buku ini berisikan sesuatu yang original atau autentik dimana warga menarasikan situasi yang sebenarnya yang dialami dan situasi yang berkecamuk dikepalanya dengan menarik," lanjutnya.
Sementara Marsen Sinaga yang juga sebagai editor buku tersebut dalam diskusi menyatakan bahwa dia hanya memperkuat apa yang tidak tertulis di buku ini, tapi ada tersirat tentang bagaimana pemuda atau generasi yang akan melanjutkan perjuangan orang tua mereka.
Marsen menyorot beberapa tulisan, seperti tulisan Devi sianipar yang mengambarkan bahwa pendidikan yang tinggi dan jauh akan menjauhkan anak-anak muda dari tanah dan kampung mereka.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
"Sehingga perlu dipikirkan bagaimana mempersiapkan para generasi muda untuk meneruskan perjuangan karena perjuangan ini panjang dan kita sedang melawan negara yang sangat kuat," kata Marsen.
[Redaktur: Tumpal Alfredo Gultom]