WahanaNews-Dairi | Pelayanan buruk di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidikalang, Kabupaten Dairi, kembali terulang. Kali ini, kejadian dialami pasien renta, Naon Restina Sihotang (68) penduduk Pegagan Julu III, Kecamatan Sumbul, Dairi.
Evany Manik, putri Restina, mengungkap buruknya pelayanan RSUD Sidikalang itu, dalam unggahannya di facebook, 16 September 2021. Unggahan itu pun viral dan ditanggapi netizen dengan mengungkap kisah yang hampir sama, buruknya pelayanan medis.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Bantu Siswa SMP yang Mengalami Kecelakaan
“Sedikit cerita ya. Walaupun tidak tau memulai dari mana. Sebenarnya sudah mulai kemarin-kemarin aku mau upload ini. Tapi belum 1 kalimat ku ketik, air mataku yang duluan berjatuhan," tulis Evany di awal unggahannya, dengan emotikon menangis.
Dipaparkan, setahun belakangan, ibunya sakit tiroid. Jika kambuh, ibunya sesak, badan panas, serta susah bicara. Selama itu, ibunya rutin minum obat. Namun, penyakit itu kambuh pada tanggal 24 Agustus 2021.
Pihak keluarga pun membawa Restina, belakangan diketahui biasa dipanggil dengan sebutan Op. Eka, ke salah satu bidan di Desa Dolok Tolong. Namun karena tutup, Op. Eka selanjutnya dibawa ke Puskesmas Tanjung Beringin. Puskesmas itu pun tutup, karena ada acara vaksinasi. Selanjutnya, mereka membawa Op. Eka ke Puskesmas Sumbul.
Baca Juga:
AKBP RHN Masih Diperiksa, AKBP Ronni Nikolas Pimpinan Sementara Polres Dairi
Di Puskesmas itu, mereka memperoleh pelayanan yang jauh dari harapan. Penanganan lambat. Bahkan infus tidak tersedia. Keluarga pasien diminta untuk membeli infus sendiri ke apotik terdekat.
“Mereka acuh tak acuh. Setengah jam dulu baru dikasih obat di minum mama ku. Abang ku sampai emosi di sana. Maksudnya biar di kasih infus, supaya ada tenaga mama ku. Eh perawat nya nyuruh abangku beli infus sendiri ke apotik terdekat,” tulis Evany.
Karena keadaan pasien semakin kritis, selanjutnya dirujuk ke RSUD Sidikalang. Tiba di RSUD, pasien di swab, hasilnya positif. “Sesampainya di RSUD, syarat nya harus di swab. Tau-tau mama ku gitu di swab langsung hasil nya positif (itu swab ya bukan hasil PCR),” tulis Evany, kembali dengan emotikon menangis.
Evany menduga, jauhnya perjalanan pasien yang dibawa dengan sepeda motor, serta dalam kondisi gerimis, berpengaruh pada hasil swab itu.
“Yang tau daerah Barisan Katolik - Dolok Tolong - Tanjung Beringin - Puskesmas Sumbul, sudah tau lah ya gimana jauhnya itu. Dan abangku naik kreta bonceng 3 mereka waktu itu bawa mama ku. Apa kalau nggak di swab hasil nya jadi positif kalau begitu? Jangankan orang sakit, orang sehat saja kalau begitu perjalanannya dengan kondisi gerimis, pas di swab pasti positif kan?” sebut Evany.
Kendati mereka yakin bahwa ibunya tidak terpapar Covid walaupun hasil swab positif, mereka pasrah ibu mereka di isolasi di RSUD Sidikalang, berharap pelayanan lebih baik dari puskesmas.
Dua hari di isolasi, kondisi pasien masih drop, tidak ada perubahan. Namun, penciuman serta makanan yang diberikan dari luar, dapat dirasakan pasien. “Kalau pedas di bilang pedas, kalau asin di bilang asin, dan sebagainya. Normal. Kami makin yakin kalau itu bukan covid,” sebut Evany. Ditambahkan, ia selalu berkomunikasi dengan ibunya melalui telepon.
Hari ke tiga, pasien lumayan sehat. Namun hari ke empat, setelah pasien disuntik sekitar pukul 17.00 Wib, kondisi pasien kembali drop.
Sekitar pukul 23.30, Evany memperoleh telepon dari ibunya, memberitahukan bahwa infusnya habis. Evany pun meminta ibunya agar memanggil perawat untuk mengganti infus itu. Setengah jam kemudian, infus diganti.
Namun, sepuluh menit kemudian, cairan infus tidak mengalir sebagaimana mestinya. Darah pasien pun naik ke selang infus. Lewat telepon, kembali Evany mengarahkan ibunya untuk memanggil perawat. Tidak disangka, jawaban perawat membuatnya menangis.
“Papodom-podom ma isi (tidur-tidur lah di situ),” demikian jawaban perawat kepada ibunya, di dengar Evany lewat telepon. Evany menyebut, pembicaraan dengan ibunya lewat telepon itu, ia rekam dan bukti rekaman masih disimpan.
“Aku yang hanya mendengar kata-kata itu saja melalui telepon mama ku sudah emosi, sedih, remuk, nangis-nangis sampai gemetar aku. Malam itu juga ingin ku terobos ke sana tapi apa daya nggak bisa berbuat apa-apa. Semoga keluarga perawat yang bilang itu tidak pernah mengalami sakit,” tulis Evany.
Evany juga mengungkap, ketiadaan perawat jaga malam di ruangan ibunya dirawat, mengharuskan ibunya berjuang sendiri untuk mengambil air minum saat haus. Namun karena drop, tidak dapat bergerak, terpaksa mengumpulkan air ludah untuk membasahi tenggorokannya.
“Apakah peraturan di situ tidak ada perawat jaga malam atau perawat nya ada tapi hanya di ruangan saja? Dimana mama ku sering mau minum nggak bisa ngambil karena drop kali, mama ku bilang molo mauas au hupapungu-pungu ma ijur hu asa maraek tolonan ki (Jika aku haus ku kumpul-kumpulkan lah air ludah ku agar basah tenggorokan ku itu). Agoyamang mardurusan ilukku mambege i (Berceceran air mata ku mendengar itu),” tulis Evany dengan emotikon menangis yang panjang.
Hal lain diungkapkan Evany, kamar mandi ruang isolasi tidak memiliki lampu. “Satu lagi, di ruangan isolasi RSUD itu nggak ada lampu kamar mandi nya. Kalian mau pasien sehat atau meninggal sih. Seolah-olah dari pengalaman mama ku, kalian kayak membunuh secara perlahan sattabi perawat naburju (mohon maaf kepada perawat yang baik) sepertinya kalian ingin pasien-pasien meninggal sebelum PCR nya keluar,” tulisnya.
Pada 1 September 2021, hasil PCR ibu Evany keluar, dengan hasil negatif. Delapan hari kemudian, pasien keluar dari RSUD Sidikalang, kembali ke rumahnya.
Evany berharap Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu membuat laboratorium PCR di RSUD Sidikalang, sehingga lebih cepat mengetahui pasien terpapar Covid atau tidak.
Direktur RSUD Sidikalang, Sugito Panjaitan, dikonfirmasi WahanaNews Selasa (28/9/2021) lewat WhatsApp, belum memberikan tanggapan. Demikian halnya dengan Kepala Puskesmas Sumbul, Lois Sihombing. {gbe}