WahanaNews-Dairi | Momen F1H20 di Balige, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, dimanfaatkan aktivis "menyampaikan pesan" banyaknya masalah yang dihadapi masyarakat karena kehadiran perusahaan yang dinilai merusak lingkungan.
Sabtu (25/2/2023), aktivis membentangkan dan menerbangkan spanduk. Diantara spanduk itu berbunyi "Selamat datang di Danau Toba yang rusak. Tolak DPM, Tutup TPL, Usir Gruti".
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Kemudian, "Selamatkan Danau Toba", "Cabut ijin lingkungan PT DPM", "Tolak PT DPM di Daerah Rawan Gempa", Save Masyarakat Adat".
Demikian keterangan pers Koordinator Pengorganisasian Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), diterima WahanaNews.co, Sabtu (25/2/2023) sore.
Disebut, lewat aksi itu, aktivis menyampaikan pesan kepada peserta F1H20 di Balige, bahwa dibalik perhelatan itu, banyak masalah yang dihadapi masyarakat di kawasan Danau Toba.
Baca Juga:
PLN Icon Plus Hadirkan ICONNEXT, Pameran Futuristik Terbesar di Indonesia
Masalah itu akibat kehadiran beberapa industri seperti PT Dairi Prima Mineral (DPM), PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan PT Gruti, yang melakukan perampasan ruang hidup masyarakat dan melakukan pengerusakan lingkungan.
Aktivis menerbangkan spanduk, menolak DPM, TPL dan Gruti, di Balige, Kabupaten Toba, Sabtu (25/2/2023) [Foto: WahanaNews/ist]
Selain aktivis, puluhan perempuan pedesaan korban PT DPM, PT TPL dan PT Gruti, juga melakukan aksi bentang hand banner di pusat kota Balige.
Lewat aksi itu, diharapkan pemerintah segera mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang telah merampas ruang hidup masyarakat itu.
Dijelaskan, karena kehadiran perusahaan besar itu, terjadi penebangan hutan secara massif, menimbulkan kerusakan lingkungan, berdampak pada kesulitan masyarakat ketika bertani.
Seperti dialami masyarakat Dairi, kehadiran PT DPM, tidak pernah melibatkan partisipasi masyarakat sejak awal. Padahal wilayah tersebut merupakan kawasan penting untuk pertanian, areal pangan, sumber air, bagi masyarakat.
Dampak lain, terdapat potensi kehilangan sumber air di tujuh desa dan satu kelurahan, sesuai hasil kajian pasokan air dan investigasi di Lae Puccu.
Lae Puccu adalah sumber utama PDAM di Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi, yang menghidupi 7 ribu jiwa pelanggan di tujuh desa dan satu kelurahan tersebut.
PT DPM merupakan perusahaan eksplorasi biji seng dan timah hitam di wilayah pegunungan Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam, dengan metode penambangan bawah tanah.
Setelah beberapa kali perubahan dan penyesuaian teknis administrasi, pada 2018, Kementerian EDSM RI mengeluarkan Keputusan Nomor KK.272.KK/30/DJB/2018 yang memperpanjang izin operasi produksi PT DPM di wilayah seluas 24.636 hektar, berlaku 2018 hingga 2047.
Saat ini, PT DPM sudah selesai membangun fasilitas gudang bahan peledak (handak), tanpa persetujuan izin lingkungan. Gudang itu hanya berjarak 50,64 meter dari areal pangan dan pemukiman warga di Dusun Sipat, Desa Longkotan.
Langkah PT DPM itu dinilai dapat berdampak pada kerusakan lingkungan serius. Hal itu diperkuat kajian yang dilakukan ahli, melalui mekanisme pengaduan ke Compliance Advisor Ombusman (CAO).
CAO sudah mengeluarkan laporan pada Juli 2022 yang menyatakan bahwa aktivitas PT DPM di Dairi beresiko ekstrim.
Dipaparkan, sebagaimana dialami masyarakat Dairi, masyarakat di Kawasan Danau Toba telah terlebih dahulu merasakan dampak akibat kehadiran PT TPL.
Perusahaan milik Sukanto Tanoto itu awalnya mendapatkan izin konsesi dari negara seluas 269.060 hektar, berdasarkan SK No.493 KPTS-II/Tahun 1992.
Setelah mengalami delapan kali revisi, terakhir SK 307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020, menjadi 167.912 hektar.
Pada umumnya, wilayah konsesi tersebut bersinggungan dengan wilayah masyarakat adat. Klaim negara di wilayah adat dan pemberian izin konsesi kepada PT TPL menjadi akar konflik agraria yang berkepanjangan dan tidak terselesaikan hingga saat ini.
Perampasan wilayah adat oleh PT TPL, menimbulkan banyak dampak terhadap masyarakat baik dampak ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi.
Aktivis membentangkan spanduk mendesak pemerintah mencabut ijin perusahaan yang dinilai perusak lingkungan, di Balige, Kabupaten Toba, Sabtu (25/2/2023) [Foto: WahanaNews/ist]
Sebelum kehadiran PT TPL, masyarakat di kawasan Danau Toba hidup dari hasil hutan, berladang, beternak dan bersawah. Namun saat ini, sumber mata pencaharian masyarakat adat di wilayah konsesi terus mengalami penurunan.
Keberadaan konsesi PT TPL di hulu Danau Toba, juga berdampak pada banyaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) ke Danau Toba tidak berfungsi seperti dulu lagi.
Seperti diketahui, salah satu sumber air Danau Toba adalah Aek Mare yang berasal dari Nagasaribu, Natinggir, dan Natumingka.
Saat ini, telah mengalami kerusakan yang parah. Banyaknya anak sungai yang tertimbun akibat pembukaan lahan untuk penanaman eucalyptus, menyebabkan debit Aek Mare berkurang ke Danau Toba.
Adapun perhelatan F1 Boat Race atau F1H20 di Danau Toba, 24-25 Februari 2023, termotivasi dari kesuksesan penyelenggaraan MotoGP Mandalika tahun 2022.
Alasan ekonomi yang dihadirkan acara MotoGP 2022 itu memacu pemerintah untuk mengadakan F1H20 di Danau Toba.
Namun dibalik promosi pemerintah terhadap Danau Toba untuk menjadi salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), terdapat masalah yang sangat serius dialami masyarakat di kawasan Danau Toba, akibat kehadiran industri seperti PT TPL, PT DPM dan PT Gruti. [gbe]