WahanaNews-Dairi | Warga Dairi, Sumatera Utara, bersama komunitas korban tambang dari berbagai daerah, menggelar aksi mangandung (ritual meratap dengan menangis, tradisi lisan masyarakat Batak
Toba yang biasa digelar dalam upacara perkabungan).
Aksi itu digelar di depan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Senin (26/6/2023).
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
Hal itu disampaikan Koordinator Advokasi Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) Rohani Manalu dalam keterangan pers diterima WahanaNews.co, Selasa (27/6/2023).
Disebut, aksi itu dilakukan untuk menyampaikan kepada publik bahwa KLHK sudah lalai mengeluarkan persetujuan lingkungan untuk aktivitas tambang seng dan timah hitam PT Dairi Prima Mineral (DPM) di daerah rawan bencana ekstrim yang mengancam keselamatan dan ruang hidup masyarakat Dairi, Sumatera Utara.
PT DPM adalah perusahaan tambang seng dan timah hitam yang beroperasi di
Kabupaten Dairi dengan luas konsesi 24.000 hektar, dimana 16.000 hektar diantaranya masuk dalam area kawasan hutan.
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
PT DPM merupakan perusahaan patungan antara Bumi Resources, milik keluarga Bakrie dan China Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering and
Construction Co., Ltd (NFC), sebuah perusahaan milik negara (State Owned Enterprises) asal China.
Keberadaan tambang PT DPM mengancam keselamatan ratusan ribu penduduk khususnya yang berada di hilir, di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat, Sumatera Utara hingga masyarakat Aceh Singkil di Provinsi Aceh.
Area pertambangan berada di kawasan risiko tinggi bencana alam, mulai dari banjir, longsor hingga gempa bumi. Apa lagi Kabupaten Dairi merupakan wilayah yang cukup sering terjadi gempa bumi.
Hal itu mengingat Dairi dilalui jalur sesar
patahan gempa terbesar Megathrust terbesar di Asia, yakni sesar Renun, sesar Angkola dan sesar Toru.
Hal itu sejalan dengan kajian profesor Richard L. Meehan, seorang ahli dengan pengalaman 50 tahun di bidang stabilitas bendungan di zona gempa.
Richard mengungkapkan kekhawatiran yang besar terhadap bendungan tailing (Tailing Storage Facilities/TSF) yang akan dibangun oleh perusahaan tambang.
Senada dengan pernyataan itu, Dr. Steve Emerman, seorang ahli hidrologi dan masalah lingkungan tambang timah-seng, meyakini bahwa apabila NFC membangun fasilitas bendungan tailing ini di negara asalnya, Tiongkok, pasti akan dianggap ilegal dan dilarang karena alasan keamanan, lingkungan serta ancaman terhadap sosial-budaya warga.
Warga Dairi telah melakukan berbagai upaya menolak kehadiran tambang PT DPM di Dairi. Baik melalui aksi demonstrasi, menyurat dan beraudiensi ke KLHK dan instansi terkait.
Juga, membuat petisi baik online dan offline, konferensi pers, kampanye melalui diskusi interaktif di radio, media sosial dan bahkan mengadu ke Compliance Advisor/Ombudsman (CAO), Lembaga Ombudsman dari Bank Dunia.
Semua upaya warga masyarakat tersebut dilakukan di semua level. Baik di pemerintahan di tingkat desa, kabupaten, provinsi, nasional dan internasional.
Namun sayangnya, pada 11 Agustus 2022, KLHK telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang “Kelayakan lingkungan hidup kegiatan pertambangan seng dan timbal PT DPM di Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi.
Padahal pada aksi dan audiensi warga di KLHK pada 24 Agustus 2022 atau 13 hari setelah SK tersebut diterbitkan, pihak KLHK menyatakan bahwa mereka masih belum menerbitkan persetujuan lingkungan untuk aktivitas pertambangan bagi PT DPM.
Sehubungan beberapa hal yang substansi dan prosedural diduga telah diabaikan atau dilanggar oleh pemerintah dalam penerbitan SK Kelayakan Lingkungan Hidup kepada PT DPM, maka warga masyarakat menyikapinya dengan melakukan aksi di depan kantor KLHK Jakarta.
Terlibat didalamnya, beberapa komponen masyarakat baik komunitas korban tambang (warga Padarincang, Sangihe dan Flores), serta masyarakat yang bersolidaritas mendukung perjuangan warga Dairi, meyakinkan pemerintah atas daya rusak dari pertambangan ke depan di Dairi.
"Dukungan dari masyarakat yang menjadi korban dan juga melawan aktivitas pertambangan di daerah lain, menjadi bukti kecerobohan pemerintah dalam memberikan izin kelayakan lingkungan bagi perusahaan tambang di berbagai wilayah," ucap Dormaida Sihotang, salah
seorang warga Dairi.
“Solidaritas warga korban tambang ini, menunjukkan konektivitas antar sesama rakyat untuk memperjuangkan keutuhan lingkungan dan sumber kehidupan warga dari korporasi dan kejahatan negara," tambahnya.
Kabupaten Dairi, yang selama ini sudah sejahtera dengan sektor pertaniannya, sejatinya tidak membutuhkan kehadiran PT DPM.
Terlebih, kehadiran tambang PT DPM akan menjadi ancaman bagi sektor pertanian yang selama ini terbukti selama puluhan generasi telah menghidupi dan mensejahterakan warga Kabupaten Dairi. [gbe]