DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Dua tahun awal kepemimpinan Bupati Dairi, Sumatera Utara, Eddy Keleng Ate Berutu (Ekab) dan Wakil Bupati Jimmy AL Sihombing, beberapa kelompok masyarakat dari berbagai elemen melakukan aksi unjuk rasa ke kantor bupati di Jalan Sisingamangaraja, Sidikalang.
Elemen pengunjuk rasa selalu meminta kehadiran Bupati Dairi untuk menerima langsung keluhan mereka, namun selalu tidak berhasil.
Baca Juga:
Mahkamah Konstitusi Terima 206 Permohonan Sengketa Pilkada Kabupaten hingga Provinsi
Pada saat bersamaan, sesuai pengakuan jajarannya yang menerima pengunjuk rasa, Bupati Dairi dikatakan sedang tugas dinas ke luar kota.
Hanya Wakil Bupati Dairi yang pernah menerima langsung massa pengunjuk rasa. Keputusan jawaban atas tuntutan pengunjuk rasa, tetap tidak dapat diambil. Keputusan tertinggi di tangan Bupati Dairi.
Catatan WahanaNews.co, gelombang aksi unjuk rasa besar pertama terjadi pada Selasa (12/5/2020).
Baca Juga:
ASDP Gandeng Bank Indonesia Perkuat Distribusi Uang Rupiah hingga ke Pelosok Negeri
Ratusan abang becak menuntut kebenaran pernyataan Bupati Dairi Eddy Kelleng Ate Berutu, tentang adanya bantuan sembako kepada penarik becak, sebagaimana dimuat di salah satu media cetak terbitan Medan.
Saat itu, tampak hanya Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Eddy Banurea yang menerima mereka.
Utusan abang becak, Suryanto Manalu didampingi rekannya Jon Fadel Sihombing, Lambas Situmorang, dan Dian Bintang diterima Eddy di ruang Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat.
Utusan abang becak menuntut kebenaran pernyataan Bupati Dairi bahwa mereka telah menerima paket bantuan dampak Covid-19.
Disebut, ada pernyataan Bupati Dairi bahwa Gugus Tugas Covid-19 Dairi telah menyalurkan bantuan bersumber dari sumbangan sukarela ASN dan pihak swasta, sebanyak 850 paket di mana penarik becak termasuk penerima.
“Kenyataannya kami tidak ada menerima bantuan. Jangan kami sopir becak ini dikucilkan. Lebih baik tidak ada di berita dibuat. Hanya khusus untuk parrengge-rengge (pedagang). Kalau memang benar ada, kapan, biar kami tunggu. Kalau memang gak ada, gak ada,” kata Suryanto, juru bicara abang becak.
Suryanto menambahkan, abang becak tidak sudi komunitasnya disebut menerima bantuan, kenyataannya tidak realisasi.
“Kenapa dijanjikan ada. Sama parrengge-rengge sudah dikasih. Bagusan dibilang khusus untuk parrengge-rengge. Kami sakit hati, Pak. Itu sudah merusak nama baik. Merusak harga diri,” tukas Suryanto.
Menanggapi tuntutan itu, Eddy Banurea menyebut, akan segera menyampaikan ke pihak yang berwenang termasuk pimpinannya.
Unjuk rasa abang becak dengan tuntutan yang sama, kembali terjadi pada Kamis (14/5/2020).
Kembali, mereka hanya diterima Eddy Banurea. Pengunjuk rasa yang ingin menyampaikan aspirasi langsung ke Bupati Dairi, tidak berhasil.
Eddy Banurea menyebut akan segera melapor ke Bupati Dairi, dan segera menghubungi pengunjuk rasa memberitahukan hasilnya.
Dia berdalih pimpinannya sedang teleconference. “Saya lapor dulu. Pasti saya hubungi,” kata Eddy.
Unjuk rasa berikutnya, dilakukan belasan oppung-oppung (kakek-nenek), penduduk Desa Tualang, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Senin (8/6/2020).
Mereka menyampaikan keluhan penyaluran bantuan sosial akibat pandemi Covid-19 yang dinilai tidak tepat sasaran.
Banyak warga miskin, tidak pernah memperoleh bantuan apapun. Sementara warga tergolong kaya, justru memperoleh bantuan.
Beberapa saat para lansia atau oppung-oppung itu sempat berorasi di gerbang masuk kantor Bupati Dairi.
“Mana Pak Bupati. Mana Pak Wakil Bupati. Kami mau bertemu. Jangan hanya saat mau pemilihan datang menjumpai warga,” sebut mereka.
Setelah menunggu sekitar setengah jam, perwakilan warga akhirnya diterima Wakil Bupati Dairi, Jimmy AL Sihombing di ruang kerjanya.
Menanggapi keluhan para orang tua itu, Jimmy berjanji akan segera menindaklanjutinya.
Tidak semudah membalik telapak tangan amang inang. Semua butuh proses. Semua harus sesuai aturan. Tapi, ini pasti akan kami tindak lanjuti,” ujarnya.
Unjuk rasa berikutnya, dilakukan ribuan warga dari lima desa di Kabupaten Dairi pada Selasa (25/8/2020).
Mereka menolak kehadiran PT Gruti. Ke lima desa itu, Sileuh-leuh Parsaoran, Barisan Nauli, Pargambiran, dan Desa Perjuangan di Kecamatan Sumbul, serta Desa Parbuluan VI di Kecamatan Parbuluan.
Peserta unjuk rasa awalnya berkumpul di stadion utama Panji, Kecamatan Sitinjo sekitar pukul 10.00 WIB.
Dari lokasi itu mereka berjalan kaki sekitar 5 kilometer ke kantor Bupati Dairi, dikawal ketat aparat kepolisian.
Turut dalam aksi, kaum ibu dan anak berseragam sekolah. Sepanjang jalan mereka berorasi.
Saat unjuk rasa itu, Bupati Dairi tidak tampak hadir menerima mereka. Yang menerima, Wakil Bupati Dairi Jimmy AL Sihombing, Ketua DPRD Dairi Sabam Sibarani, Kapolres Dairi AKBP Leonardo Simatupang dan Sekdakab Dairi Leonardus Sihotang.
Saat itu masyarakat menyampaikan beberapa butir tuntutan. Pertama, agar Bupati Dairi segera mengajukan penciutan kawasan hutan di lima desa.
Kemudian, jangan mengizinkan PT Gruti masuk dan beroperasi di wilayah Kabupaten Dairi dan tolak segala korporasi jahat.
Poin ke tiga, pemerintah dituntut harus berpihak dan melindungi masyarakat dan petani. Copot Jhonny Hutasoit Asisten I Pemerintah Kabupaten Dairi. Poin terakhir, hentikan intimidasi TNI, Polri, dan ASN terhadap warga di lima desa itu.
Wakil Bupati Dairi pada saat itu menyebut, tidak dapat mengambil keputusan karena keputusan tertinggi di tangan Bupati Dairi.
“Kami sudah tampung semua aspirasi. Kami tunggu pak bupati, untuk menandatangani yang menjadi tuntutan. Dalam dua minggu, akan ada konfirmasi. Datang pak bupati, saya sendiri nanti yang akan menyampaikan,” kata Jimmy.
Aksi unjuk rasa berikutnya, berasal dari puluhan mahasiswa dari beberapa universitas pada Senin, 12 Oktober 2020.
Demonstran menuntut Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu dan Wakil Bupati Jimmy AL Sihombing merealisasikan janji-janji kampanye, yang hingga saat ini mereka nilai tidak terealisasi.
Bupati maupun Wakil Bupati Dairi tidak tampak saat itu. Kehadiran pengunjuk rasa diterima Sekretaris Daerah Leonardus Sihotang didampingi Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Jonny Hutasoit.
Karena Bupati dan Wakil Bupati Dairi tidak hadir menerima aspirasi mereka, demonstran pun membakar keranda mayat, melambangkan matinya nurani Pemerintah Kabupaten Dairi.
“Pemerintah tidak peduli dengan kami. Mereka hanya menikmati fasilitas, hasil pajak kami. Di mana nurani mereka. Janji tinggal janji. Sampai hari ini, tidak satu pun janji yang ditepati. Pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pendidikan, di mana janjinya,” teriak orator.
Massa berulang kali meneriakkan nama Eddy dan Jimmy untuk hadir menerima mereka.
“Pak Eddy, Pak Jimmy, hadirlah. Roh mo ke silih (datanglah),” teriak mereka.
Namun hingga demonstran membubarkan diri, Bupati dan Wakil Bupati Dairi tidak hadir menerima mereka.
Menanggapi aksi itu, Leonardus Sihotang berjanji akan menyampaikan aspirasi ke Bupati Dairi.
“Bapak Bupati dan Wakil tidak ada di sini. Semua yang disampaikan tadi, diperintahkan memang kepada saya, untuk mencatat aspirasi dan menjadi PR ke depan,” kata Leonardus.
Aksi unjuk rasa berikutnya, berasal dari puluhan pedagang pusat Pasar Sidikalang pada Selasa (13/10/2020).
Mereka menolak tarif sewa kios yang dianggap memberatkan. Aksi dilakukan menyusul tidk adanya titik temu pembicaraan dengan Pelaksana Tugas (Plt) Dirut Perusahaan Daerah (PD) Pasar Edward Hutabarat.
Lirik lagu “salah pillit do au najolo tu ibana” (salah pilih dulu ke dia) mereka nyanyikan beberapa kali.
Bupati Dairi Eddy Keleng Ate Berutu maupun Wakil Bupati Jimmy AL Sihombing, tidak hadir menerima mereka. Hanya ada Sekda serta Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat.
[Redaktur : Andri Festana]