Dairi.WahanaNews.co, Sidikalang - Komunitas Rumahela dan Panglima Mata Mual dipimpin Hinca IP Pandjaitan XIII, membawa air suci dan bibit tanaman aren, dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-78, di lapangan KS Tubun Mapolda Sumatera Utara (Sumut), Senin (1/7/2024).
Dikutip dari berbagai sumber, sambil manortor diiringi gondang, mereka berkeliling membawa air suci dan bibit tanaman aren itu, diserahkan kepada Kapolda Sumut Komjen Pol. Agung Setya Imam Effendi, Pj Gubernur Sumut Agus Fatoni dan Pangdam I/BB Mayjen TNI Mochammad Hasan.
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
“Air suci ini dikumpulkan selama sebulan penuh dari 136 titik mata air dan bibit tanaman aren ini sebagai simbol kehidupan,” kata Hinca.
Ditambahkan, air dan tanaman pohon satu kesatuan. Tidak ada air jika tidak ada pohon dan sebaliknya tidak ada pohon jika tidak ada air.
Lanjutnya, Indonesia tahun 2024 menjadi tuan rumah konferensi air sedunia, bukan hal kebetulan namun karena Polri setia merawat air.
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
Pada kesempatan itu Hinca juga meminta agar hari danau se-dunia ditetapkan pada 1 Februari yang merupakan hari peringatan Danau Toba.
“Kami menitipkan Bapak Kapolda, Pj Gubernur Sumut dan Pangdam I/BB agar hari Danau Toba, 1 Februari diusulkan ke Presiden RI untuk disampaikan ke dunia sebagai hari danau se-dunia,” pintanya.
Sementara itu, dilihat WahanaNews.co di akun Youtube Hinca IP Pandjaitan XIII dalam unggahan video berjudul "136 Mata Mual untuk Indonesia", tim Rumahela dan Panglima Mata Mual menjabarkan makna dari penyerahan air suci itu.
Unggahan diawali dengan kutipan sambutan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam KTT World Water Forum ke-10.
"Suatu kehormatan bagi Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah forum air se-dunia yang ke-10, untuk meneguhkan komitmen bersama dan merumuskan aksi nyata pengelolaan air yang inklusif dan berkelanjutan," kata Jokowi.
Dijelaskan, dari 72 persen permukaan bumi yang tertutup air, hanya 1 persen yang bisa diakses dan digunakan sebagai air minum dan keperluan sanitasi.
Bahkan di tahun 2050, 500 juta petani kecil sebagai penyumbang 80 persen pangan dunia diprediksi paling rentan mengalami kekeringan.
"Tanpa air, tidak ada makanan. Tidak ada perdamaian. Tiidak ada kehidupan. Oleh sebab itu air harus dikelola dengan baik karena setiap tetesnya sangat berharga," sebut Jokowi.
Bersamaan dengan itu, Panglima Mata Mual turut hadir di World Water Forum untuk membawa dan memperkenalkan gagasan serta siapa mereka di mata dunia, bahwa ada komunitas di daerah Sumatera Utara yang peduli pada setiap tetesan air dari berbagai sumber mata air yang sejak dahulu kala dijaga dan dilestarikan turun temurun.
"Kami ini adalah bentuk perkumpulan yang bernama Panglima Mata Mual. Mata mual itu dari bahasa Batak yang artinya mata air, jadi, panglimanya mata air. Kami berawal bergerak dari Rumahela Pusuk Buhit," kata Hinca, dikutip dari video itu.
Dijelaskan, Rumahela adalah sebuah komunitas yang dibentuk tahun 2010, bergerak di bidang pertanian, peternakan dan kebudayaan.
Disana, selama 3 sampai 4 tahun, Rumahela berjalan, mempelajari apa sebenarnya permasalahan mata air di Indonesia.
"Karena sejak 2002 sampai 2020, pemerinyah, LHK dan PUPR menyatakan bahwa 40 persen adalah jumlah persentase mata air yang hilang di Indonesia," ujar Hinca.
Panglima Mata Mual kemudian memilih tempat di Cibedug Ciawi di Bogor, mengelola kurang lebih 5 hektar tanah, dengan menanam kurang lebih 50 ribu pohon, serta membibit sekitar 17 ribu pohon aren.
"Jangan harapkan dari kami produk-produk yang canggih, tetapi harapkan lah dari kami menanam pohon yang sebanyak-banyaknya. Karena setiap tetesan mata air adalah tanggungjawab kami terhadap negara," katanya.
Terkait hal itu, komunitas Rumahela yang berada di Huta Pangondian Simullop Pusuk Buhit membantu memberikan air suci dari 136 mata air yang sudah dijaga dan diturunkan dari generasi ke generasi.
Rumahela memberi tugas suci kepada Panglima Mata Mual untuk menemukan ratusan mata air yang tersebar di seluruh kawasan Sumatera Utara bahkan di seluruh Indonesia.
Air tersebut akan diserahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bahan utama untuk menyucikan Pataka, peralatan dan perlengkapan mereka dalam sekali setiap tahunnya.
Air dari 136 titik itu merupakan simbol persatuan dan keberlanjutan yang akan dipertemukan dalam festival wisata edukasi leluhur Batak 2024.
Melalui penyerahan itu diharapkan memperkuat ikatan komunitas dengan kekuatan penegakan hukum dalam membangun masa depan yang lebih hijau dan damai.
Ritual ini harus dijadikan momen untuk merenungkan kembali mandat konstitusional Polri yaitu untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan tidak membeda-bedakan.
"Jadilah seperti air yang mengalir tanpa henti dan membentuk jalannya sendiri dengan tenang namun pasti," ujar narator dalam video itu.
Dilanjutkan, air yabg mampu membersihkan dan memberi kehidupan, hendaknya menjadi metafora bagi Polri dalam menjalankan tugasnya.
Seperti air yang tidak pernah memilih tempat untuk mengalir, Polri pun harus berlaku adil tanpa memandang status sosial, ras atau agama.
Dengan demikian, esensi kehadiran Polri dalam masyarakat bukan hanya sebagai simbol otoritas tetapi sebagai penjaga nilai kemanusiaan yang mendasari keadilan sosial.
Semoga kedepan Polri terus mengalir bagai air yang tidak kenal lelah membawa perubahan dan keadilan yang berkelanjutan bagi bangsa Indonesia.
[Redaktur : Robert Panggabean]