Beberapa operasi yang berhasil dilakukan antara lain penyitaan 5,3 juta batang rokok ilegal di Banjarmasin (2024), 6,4 juta batang di Banten (2024), 3 juta batang di Karimun, Kepulauan Riau (2025), dan 324 ribu batang di Batam (2025).
“Banyak sekali kasus yang terjadi. Analisis saya, menjual rokok tanpa cukai telah menjadi tambang emas baru bagi para sindikat. Tugas polisi adalah mengejar penjahatnya,” ujar Hinca.
Baca Juga:
Farel Nekat Jual Ginjal demi Bebaskan Ibunya, DPR Turun Tangan
Hinca menjelaskan, kenaikan harga rokok legal akibat kenaikan tarif cukai telah memicu kreativitas pasar gelap.
Para pengedar rokok ilegal menawarkan harga yang jauh lebih murah dengan memproduksi atau mengimpor rokok murah, asalkan memiliki merek. Hal ini membuat keuntungan mereka berlipat ganda.
“Peraturan ketat soal cukai justru memantik kreativitas pasar gelap. Berbagai laporan menunjukkan bahwa rokok ilegal dari luar negeri berseliweran di perairan Indonesia. Di Batam, yang berstatus sebagai daerah perdagangan bebas, distribusi rokok ilegal menjadi lebih cepat,” paparnya.
Baca Juga:
Gerak Cepat, Bupati Dairi dan Jajaran Bersama Masyarakat Perbaiki Jalan Rusak di Siempat Nempu
Meskipun Polri dan TNI Angkatan Laut terus melakukan patroli, masih banyak rokok ilegal yang berhasil lolos. Hinca mendorong aparat penegak hukum untuk terus memperkuat upaya pemberantasan rokok ilegal.
“Ini adalah perjuangan sengit. Kerugian negara mencapai puluhan triliun akibat rokok ilegal. Rokok ini membuat orang menjadi kaya, tetapi nilai raksasa itu justru tersimpan di kantong-kantong yang tidak jelas juntrungannya. Siapa pemilik kantong itu? Pertanyaan ini saya sampaikan kepada bapak-bapak semua (aparat). Andalah yang harus mengejar, mencari, dan menangkap mereka,” tegas Hinca.
Hinca menegaskan bahwa penanganan rokok ilegal tidak bisa hanya mengandalkan penangkapan kapal-kapal kecil yang tertangkap tangan.