Dairi.WahanaNews.co, Samosir - Dugaan tindak pidana korupsi dan perusakan lingkungan hidup di Desa Silimalombu, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, yang diduga melibatkan mantan Bupati Samosir RS dan oknum saudaranya JS, dilaporkan ke Mabes Polri.
Sekretaris Jaringan Masyarakat Anti Korupsi (Jamak) Ungkap Marpaung kepada WahanaNews.co mengatakan, indikasi kerugian yang timbul akibat kegiatan atau usaha pertambangan galian batu gunung quarry besar dan pengoperasian stone crusher yang merusak lingkungan ini ditaksir mencapai Rp 28 milyar.
Baca Juga:
Ahok Siap Diperiksa Kejagung, Kasus Korupsi BBM Pertamina Seret Banyak Nama
"Berdasarkan perhitungan sendiri yang kami lakukan bersama ahli, dugaan potensi kerugian negara yang diakibatkan pengoperasian galian C ini sebesar Rp 28 milyar," ujar Ungkap usai memasukkan laporan ke Bareskrim Mabes Polri, Rabu (4/10/2023).
Menurut Ungkap, estimasi potensi kerugian negara ini meliputi tiga aspek, yakni aspek ekologis, ekonomis dan aspek pemulihan lingkungan.
Estimasi kerugian aspek ekologis ditaksir Rp 373 juta, aspek ekonomis Rp 27,2 milyar dan aspek pemulihan lingkungan Rp 525 juta.
Baca Juga:
Pukul Mundur Ukraina, Rusia Kuasai Kembali Empat Wilayah Kursk
"Sehingga total keseluruhan potensi kerugian negara akibat galian batu oleh CV. Pembangunan Nadajaya di Dusun I Desa Silimalombu, Kecamatan Onan Runggu Kabupaten Samosir Rp 28 milyar," jelas Ungkap.
Lebih jauh dijelaskan Ungkap, sejak awal pengoperasian stone crusher oleh CV. Pembangunan Nadajaya, perusahaan milik JS, abang kandung mantan bupati, diduga sudah bermasalah.
Berawal dari bulan Juni 2016, oknum JS lewat CV. Pembangunan Nadajaya mengajukan ijin galian C kepada Pemkab Samosir, dimana bupatinya saat itu adalah adik kandungnya RS.
Di bulan yang sama, Pemkab Samosir melalui Kadis Lingkungan Hidup meminta CV Pembangunan Nadajaya menyusun dokumen lingkungan berupa UKL-UPL.
Belum selesai pengurusan UKL-UPL, CV. Pembangunan Nadajaya sudah mengajukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) ke Gubernur Sumatera Utara. Hebatnya, IUP dimaksud sudah terbit 18 Juli 2016.
Keanehan mulai terlihat pada Agustus 2016. Pasca terbitnya IUP, JS mewakili CV. Pembangunan Nadajaya mengajukan permohonan pemeriksaan dan penilaian UKL-UPL ke Pemkab Samosir.
"Ini berarti, IUP sudah terbit sementara dokumen lingkungan berupa UKL-UPL masih dalam proses pengurusan. Dari bukti dokumen yang ada, rekomendasi UKL-UPL baru diberikan tanggal 25 Agustus 2016. Disisi lain IUP sudah terbit 18 Juli 2016," jelas Ungkap.
Kemudian diketahui, pada tanggal 5 September 2016, Bupati Samosir pada saat itu RS menerbitkan keputusan nomor 181 tahun 2016 kepada CV. Pembangunan Nadajaya, perusahaan milik JS.
Atas dasar keputusan Bupati Samosir, JS selaku pemilik CV Pembangunan Nadajaya mengajukan peningkatan IUP ke Gubernur Sumatera Utara.
Dalam ketentuan IUP dimaksud jelas diatur bahwa CV Pembangunan Nadajaya dalam eksplorasi batu harus menggunakan tenaga manusia (masyarakat lokal dan tidak menggunakan mesin). Ketentuannya batu yang boleh di eksploitasi adalah batu permukaan, tidak diperbolehkan melakukan penggalian.
Namun dalam kenyataannya, berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir pada April 2017 ditemukan fakta dilapangan bahwa kegiatan pertambangan batuan komoditas gunung oleh CV. Pembangunan Nadajaya bukan menggunakan tenaga manusia melainkan menggunakan unit mesin stone crusher.
"Hal ini jelas melanggar ketentuan dalam IUP yang diterbitkan Gubernur Sumut. Sebagai bukti, mesin stone crusher hingga saat ini masih berada dilokasi," tegas Ungkap.
Dugaan pelanggaran lain yang dilakukan oleh CV. Pembangunan Nadajaya adalah beroperasi dan berproduksi serta melakukan transaksi jual beli meskipun ijinnya telah berakhir pada tanggal 4 Oktober 2021.
Dari notulen rapat pembahasan tertib perizinan yang dilaksanan Pemkab Samosir tanggal 14 Oktober 2022 diketahui bahwa CV. Pembangunan Nadajaya yang ijinnya sdh berakhir pada 4 Oktober 2021 masih terus beroperasi.
"Jelas, CV Pembangunan Nadajaya patut diduga melanggar pasal 53 ayat (1) Undang Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," kata Ungkap.
Dari dokumen yang ada, kata Ungkap, pihaknya melihat ada indikasi andil keterlibatan mantan Bupati Kabupaten Samosir sehingga pelanggaran yang terjadi.
Hal ini dapat dilihat dari Keputusan Bupati Samosir Nomor 181 tahun 2016 tanggal 5 September 2016. Sementara IUP dari Gubernur Sumatera Utara terbit tanggal 18 Juli 2016.
Tindakan Bupati Samosir saat itu RS yang mengeluarkan SK nomor 181 tahun 2016 tanggal 5 September 2016 tentang ijin lingkungan pasa rencana kegiatan pertambangan batuan komoditas batu gunung quarry besar di desa Silimalombu kepada JS mewakili CV Pembangunan Nadajaya patut diduga sarat aroma KKN. Hal ini dikarenakan Bupati Samosir pada saat itu adalah saudara dari JS.
"Hal ini tentu patut bertentangan dengan pasal 5 ayat (6) Undang Undang Nomor 28 tahun 1999 penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme," ujar Ungkap.
[Redaktur : Robert Panggabean]