WahanaNews-Dairi | Sosialisasi dokumen addendum amdal yang dilaksanakan PT Dairi Prima Mineral (PT. DPM) Rabu (23/11/2022) di Hotel Beristera Dairi, Sumatera Utara, sangat tertutup dan sudah sepatutnya ditolak.
Hal itu disampaikan Rohani Manalu, Koordinator Advokasi Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), dalam keterangan pers diterima WahanaNews.co.
Baca Juga:
Aksi AKP Dadang Guncang Solok Selatan, Hujani Rumah Dinas Kapolres dengan Tembakan
Dipaparkan, pada 27 Mei 2021 telah berlangsung rapat virtual komisi penilai amdal pusat, difasilitasi Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Dirjen
Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kegiatan melibatkan para pemangku kepentingan baik dari unsur pemerintah pusat, Provinsi Sumatera Utara, Pemkab Dairi, tokoh masyarakat, wakil masyarakat dan LSM.
Pertemuan dilakukan dalam rangka penilaian dokumen addendum amdal RKL-RPL tipe A PT. DPM.
Baca Juga:
OTT KPK Bengkulu, Calon Gubernur Petahana Dibawa dengan 3 Mobil
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu) sebagai kuasa hukum warga masyarakat yang berada di sekitar wilayah tambang yang diusulkan PT. DPM, hadir memberikan saran, pendapat dan tanggapan dalam sidang pembahasan itu.
Bakumsu menjelaskan pendapat para ahli geologi dan hidrologi internasional independen, bahwa membangun bendungan limbah racun di atas tanah yang labil dan di wilayah rawan bencana
dengan curah hujan tinggi, berpotensi jebol mengancam jiwa warga sekitar tambang dan kerusakan lingkungan yang sulit dipulihkan serta kerugian ekonomi dan sosial.
Berdasarkan pertimbangan itu, Bakumsu menekankan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk tidak menerbitkan persetujuan lingkungan kepada PT. DPM.
Satu setengah tahun pasca sidang itu, Bakumsu aktif menanyakan proses dan hasil sidang kepada KLHK. Namun tidak ada informasi yang jelas dan memadai bagi masyarakat mengenai proses yang berlangsung dan kejelasan apakah dokumen addendum amdal telah diperbaharui berdasarkan saran, pendapat dan tanggapan saat sidang 27 Mei 2021.
Bahkan, Bakumsu juga menanyakan apakah KLHK telah memberi persetujuan ijin lingkungan kepada PT. DPM atas perubahan lokasi dan penambahan
mulut tambang (portal), perubahan lokasi gudang bahan peledak dan perubahan lokasi Tailing Storage Facility (TSF).
Disebut dalam keterangan pers tersebut, amdal adalah dokumen publik. Keterbukaan informasi publik dijamin undang-undang.
Informasi tentang proses dan hasil pembahasan addendum amdal merupakan hak masyarakat, khususnya warga yang tinggal di wilayah proyek pertambangan, karena kehadiran perusahaan ektraktif mengancam ruang hidup masyarakat.
Hingga kini, tidak diketahui atas dasar apa KLHK menerbitkan persetujuan lingkungan PT. DPM meskipun semua tahu bahwa itu sangat berbahaya.
Hingga pada 18 November 2022 Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), LSM
pendamping masyarakat terdampak tambang, mendapatkan undangan dari Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi yang ditujukan kepada BAKUMSU, YDPK, PETRASA, JATAM dan JKLPK.
Perihal undangan, dalam rangka sosialisasi dokumen addendum amdal PT. DPM pasca diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
SK itu, nomor SK.854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022, tentang persetujuan lingkungan atau kelayakan lingkungan hidup kegiatan pertambangan seng dan timbal di Kecamatan Silima Pungga-pungga, Dairi, Sumatera Utara oleh PT DPM.
Padahal, hingga saat ini, dokumen revisi addendum amdal PT. DPM paska rapat pembahasan addendum tanggal 27 Mei 2021 maupun yang final, tidak pernah diberikan kepada masyarakat.
Roy Marsen Simarmata dari Bakumsu, mewakili kuasa hukum masyarakat terdampak tambang, dalam sosialisasi Rabu (23/11/2022), meminta salinan addendum amdal dan rencana kerja PT. DPM secara lengkap.
Namun setelah menyampaikan beberapa pertanyaan, setahu bagaimana, beberapa aparat keamanan dan warga yang mewakili Pemangku Hak Ulayat (PHU) datang menghampiri dan membawa Roy keluar dari ruangan.
Di sisi lain, masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Petani Untuk Keadilan (APUK), menggelar aksi di halaman Hotel Berristera.
Massa menuntut pihak Pemkab Dairi dan PT. DPM memberikan dokumen amdal kepada masyarakat, karena dokumen tersebut adalah milik publik dan isi dari
dokumen tersebut menyangkut hajat hidup ribuan masyarakat Dairi. [gbe]