DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Penulis bertugas di bidang penyidikan dalam hal ini sebagai penyidik pembantu berawal pada tahun 2003 di Polsek Medan Kota Polrestabes Medan sekarang disebut Polsek Medan Area.
Pada saat bertugas sebagai penyidik pembantu telah berulang kali melakukan proses atas laporan dugaan tindak pidana penggelapan terhadap sejumlah uang dengan disertai bukti berupa kwitansi tanda terima uang.
Baca Juga:
Tuntutan Mati untuk Kopda Bazarsah yang Bunuh 3 Polisi saat Gerebek Judi
Dalam narasi yang tercantum pada kwitansi pada pokoknya menjelaskan tentang adanya penyerahan sejumlah uang dari pihak pemberi kepada pihak penerima yang disebutkan sebagai titipan uang dalam jangka waktu tertentu dan nantinya penerima uang akan mengembalikan uang tersebut dengan jumlah yang sama pada waktu yang ditentukan atau dicantumkan pada kwitansi.
Pada tahun 2008, setelah penulis pindah tugas menjadi penyidik pembantu di Satreskrim Polrestabes Medan, laporan dengan bukti kwitansi tanda terima uang dengan narasi penitipan uang dengan jangka waktu tertentu masih juga penulis temukan.
Hal tersebut masih ditemukan juga pada saat penulis menjabat sebagai Kapolsek Sei Bingai Polres Binjai bulan Juli 2019 sampai dengan bulan November 2021 dan Kasat Reskrim Polres Dairi pada November 2021 sampai dengan Juli 2023.
Baca Juga:
TNI Serahkan Satu Ton Beras ke Dapur BGN di Sidikalang
Keadaan yang sama dipastikan pernah juga dialami oleh teman-teman penyidik atau penyidik pembantu yang lain.
Pada saat dikonfirmasi terkait alasan pencantuman uang titipan pada kwitansi, maka secara umum para pelapor sebagai pihak yang memberikan uang menyatakan bahwa pencantuman uang titipan dalam narasi kwitansi bertujuan untuk antisipasi apabila pihak penerima uang (peminjam) tidak komitmen dengan batas waktu yang disepakati dalam penggunaan uang atau peminjaman yang dilakukan, maka sesuai masukan dari pihak yang memberikan advice terhadap peminjam dapat dikualifikasi telah melakukan tindak pidana penggelapan yang dapat dilaporkan kepada pihak kepolisian sebagai peristiwa pidana dengan harapan proses pidana yang akan dijalankan menjadi presure terhadap pihak peminjam untuk mengembalikan uang pinjaman yang sangat mungkin sudah termasuk didalamnya jasa uang (bunga).
Delik Penggelapan
Dalam rumusan Pasal 372 KUHP disebutkan barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun.
Pada bagian komentar Pasal 372 KUHP terjemahan R. Soesilo dijelaskan penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam Pasal 362 KUHP.
Perbedaannya ialah pada pencurian barang yang dimiliki itu masih belum berada ditangan pencuri dan masih harus diambilnya, sedangkan penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada ditangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.
Sederhananya, dalam pencurian proses berpindahnya sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain sudah merupakan suatu kejahatan.
Sedangkan dalam penggelapan perpindahan barang dari pemilik atau dari kuasanya dilakukan secara sah.
Kejahatan memiliki barang dengan sengaja dan melawan hukum baru terjadi pada saat barang sudah berada pada kekuasan pihak yang menerima perpindahan barang.
Memiliki yang dimaksud disini merupakan suatu tindakan dari pemegang barang yang sebelumnya menerima perpindahan barang dari pemilik kemudian bertindak seolah-olah sebagai pemilik barang melebihi hak yang diberikan pada saat penyerahan sesuatu barang.
Sengaja dalam doktrin hukum pidana terbagi dalam dua teori yakni teori kehendak (Wilstheorie) dan teori pengetahuan (Voorstelling-Theorie).
Menurut Von Hippel selaku penganut teori kehendak, menyatakan sengaja adalah akibat yang telah dikendaki sebagaimana dibayangkan sebagai tujuan, kemudian Frank selaku penganut teori pengetahuan sengaja dilihat dari akibat yang telah diketahui dan kelakuan mengikuti pengetahuan tersebut.
Sedangkan melawan hukum menurut Hazewink el Suringa diartikan sebagai tanpa hak atau wewenang sendiri, bertentangan dengan hak orang lain dan bertentang dengan hukum objektif. Vos mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai perbuatan yang oleh masyarakat tidak diperbolehkan.
Contoh sederhana penggelapan misalnya si A meminjam sepeda motor milik si B untuk suatu urusan dalam jangka waktu tertentu yang sudah dijelaskan kepada si B.
Setelah urusan selesai maka merupakan kewajiban bagi si A untuk mengembalikan sepeda motor kepada si B.
Akan tetapi, setelah sepeda motor ada pada penguasaan si A kemudian si A menjual atau menggadaikan sepeda motor tersebut kepada pihak lain, dengan keadaan tersebut dapat diartikan bahwa si A telah bertindak seolah-olah sebagai pemilik.
Berhubung hak yang diberikan kepada si A hanya sebatas hak pakai untuk jangka waktu tertentu, tindakan dari si A menjual atau menggadaikan telah melebihi hak yang diberikan kepadanya, karena hak tersebut hanya dimiliki oleh si B selaku pemilik, sehingga tindakan dari si A dapat dikualifikasi sebagai tindakan yang dengan sengaja dan bersifat melawan hukum yang disimpulkan masuk delik penggelapan.
Dikualifikasi Perjanjian
Memperhatikan hal sebagaimana diuraikan di atas maka dalam hal penyerahan sejumlah uang kepada pihak lain dengan narasi penitipan uang dengan jangka waktu tertentu untuk kemudian dikembalikan kepada pemberi pada saat jatuh tempo, namun oleh si penerima tidak dikembalikan sebagian atau seluruhnya, hal tersebut tentu tidak dapat dikualifikasi sebagai penggelapan.
Berhubung pada saat penyerahan sejumlah uang dari pemberi kepada penerima, hak pemanfaatan yang diberikan atas penyerahan sejumlah uang adalah hak secara penuh dengan kewajiban pengembalian pada waktu yang telah ditentukan, sehingga tidak terdapat tindakan dari si penerima melebihi hak yang diberikan sebagaimana dicontohkan dalam hal peminjaman sepeda motor di atas.
Peristiwa hukum yang terjadi justru dapat dikualifikasi sebagai perjanjian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, karena perbuatan yang dilakukan para pihak memenuhi syarat perjanjian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian yakni kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, suatu sebab yang tidak terlarang.
Dengan keadaan tersebut dalam hal pihak yang menerima sejumlah uang tidak mengembalikan uang tersebut sesuai batas waktu jatuh tempo, maka yang terjadi adalah wanprestasi yang diartikan sebagai kegagalan atau kelalaian seseorang dalam memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam suatu perjanjian.
Sama sekali bukan dikualifikasi sebagai tindak pidana penggelapan melainkan "golap" karena bukannya untung melainkan buntung.
Dengan keadaan tersebut, saluran hukum yang tersedia untuk upaya pemulihan hak adalah dengan mengajukan gugatan wanprestasi di pengadilan negeri bukan melapor kepada polisi dengan harapan orang yang menikmati materi masuk bui.
Penutup
Sebagaimana telah disampaikan diawal tulisan bahwa peristiwa pemberian atau penyerahan sejumlah uang dengan bukti kwitansi yang didalamnya dicantumkan narasi penitipan uang dengan jangka waktu tertentu sudah berulang kali terjadi sebagaimana dialami sendiri oleh penulis dalam menjalankan profesi sebagai penyidik.
Kemudian terhadap peristiwa yang terjadi setelah dilakukan proses akan disimpulkan bukanlah merupakan peristiwa pidana melainkan dikualifikasi sebagai perjanjian yang masuk dalam lingkup keperdataan.
Berkaitan dengan keadaan tersebut dalam rangka meminimalisir peristiwa yang sama terjadi secara berulang, maka diharapkan kepada siapa saja yang merasa memahami hukum atau istilah Medan sering disebut "siboto surat" dalam memberikan advice kepada warga sebaiknya terlebih dahulu memahami dengan baik tentang delik penggelapan dan juga tentang perjanjian, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang keliru pada warga secara meluas. Semoga!
*Penulis adalah Kanit 3 Subdit III Ditreskrimsus Polda Sumut/Dosen Hukum Pidana pada Magister Ilmu Hukum Universitas Darma Agung Medan
[Redaktur: Robert Pangabean]