WahanaNews-Dairi | Bupati Dairi, Sumatera Utara, Eddy Keleng Ate Berutu melantik Sekretaris Daerah (Sekda) Budianta Pinem, Rabu (2/3/2022) bertempat di GOR Sidikalang.
Usai melantik, Bupati Dairi dalam sambutannya mengatakan, Sekda harus mampu menerjemahkan kebijakan daerah sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2019-2024.
Baca Juga:
Penjualan Anjlok, Pizza Hut Indonesia Tutup 20 Gerai dan Pangkas 371 Karyawan
Kemudian, bekerja sesuai amanah, kolaboratif, inovatif dan dapat merangkul semua pimpinan OPD, untuk mencapai pembangunan.
Sebagaimana diketahui, Budianta mengikuti seleksi terbuka pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPT), Desember 2021. Saat itu, Pemkab Dairi melakukan seleksi terbuka pengisian 6 JPT.
Lima pejabat hasil seleksi itu, selain Sekda, dilantik Bupati Dairi bertempat di gedung balai budaya, Kamis (30/12/2021). Walau seleksi bersama, Sekda tidak ikut dilantik.
Baca Juga:
Jokowi Dijadwalkan Kampanye di Bali untuk De Gadjah Hari Ini, 22 November
Sementara itu, saat proses seleksi berlangsung, empat warga Dairi menyurati Menteri Dalam Negeri hingga tim Panitia Seleksi (Pansel) Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPT), menolak Budianta sebagai calon Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Hal itu dilakukan memperhatikan rekam jejak Budianta serta menyikapi ruang yang diberikan tim Pansel untuk memberi masukan dan informasi mengenai peserta seleksi terbuka JPT.
Selain Mendagri dan tim Pansel, surat itu ditujukan kepada MenPAN-RB, Ketua DPR RI, Wakil Ketua Komisi 2 DPR RI, Gubernur Sumatera Utara, Bupati Dairi. Surat dilayangkan Kamis (16/12/2021). Selain hard copy, juga dikirimkan soft copy.
Warga dimaksud, Marulak Siahaan dan rekannya menyebut, mereka menolak Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Dairi, Budianta, dalam seleksi Sekda. Oknum ASN itu terindikasi tidak berintegritas.
Penggiat anti korupsi itu mengungkap, Budianta pernah dijemput paksa Satuan Reserse dan Kriminal Polres Pakpak Bharat tahun 2015 terkait kasus dugaan korupsi proyek solar cell. Kala itu, Budianta menjabat Inspektur dan Kanit Tipidkor, Ipda Donal Tambunan.
“Kalau dijemput paksa, berarti tidak kooperatif dan tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Bagaimana kalau jadi Sekda,” kata Marulak.
Selain itu, Marulak mengutarakan, memiliki bukti rekaman pembicaraan yang diduga suara Budianta bersama beberapa ASN di Pakpak Bharat, mengatur pemenang lelang proyek, bertentangan dengan aturan.
Di situ terdengar percakapan, bagaimana memenangkan tender proyek karena mereka mengabdi kepada kapitalis. Rekaman itu turut dilampirkan ke Mendagri dan pejabat terkait.
Dipaparkan, selama Budianta menjabat Inspektur Pakpak Bharat, banyak ASN hingga Kepala Dinas terseret kasus korupsi hingga dipecat. Itu pertanda, fungsi pengawasan dari Inspektorat tidak maksimal.
Selain itu, pada temu pers dengan wartawan di Kabupaten Dairi, Budianta membeberkan sebanyak 6 Kepala Desa tidak mau diaudit. Itu indikasi, yang bersangkutan tidak mampu menjalankan fungsi. [gbe]