DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025).
Dilihat di akun YouTube TVR Parlemen, dalam raker itu anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Hinca Pandjaitan menyampaikan surat dari anak eks Gubernur Papua Lukas Enembe, Astract Bona TM Enembe, terkait kejelasan status hukum Lukas setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
Baca Juga:
Lisa Mariana Akui Terima Aliran Dana Kasus Korupsi BJB, Mengaku untuk Anak
Hinca menyebut, dalam surat yang diterimanya, anak Lukas Enembe curhat tidak bisa melanjutkan sekolah di Australia hingga mengalami trauma.
"Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan surat dari seorang anak terdakwa atau karena dia masih sedang kasusnya sedang naik, Lukas Enembe, mantan atau Gubernur Papua. Nama anak itu adalah Astract Bona TM Enembe, anaknya dua, dua-duanya, satu masih SMA, satu lagi lagi sekolah di Australia," kata Hinca.
Hinca mengatakan, salah satu anak Lukas Enembe yang tengah bersekolah di Australia balik ke RI lantaran kasus ayahnya. Namun disebut anak Lukas Enembe tak bisa balik ke Australia karena paspornya ditahan.
Baca Juga:
DPR Dapat Tunjangan Rumah Rp 50 Juta, Siapa Penentu Sebenarnya?
"Ini soal keadilan. Menurut saya, ini penting sekali, dia pergi sekolah ke sana masih masa pandemi, nggak bisa pulang. Akhirnya pulang, karena melihat ayahnya dan setelah pulang paspornya ditahan dia tak bisa balik lagi, paspornya waktu itu ditahan oleh pihak Imigrasi dan sampai sekarang pihak tersebut belum bisa melepaskan paspornya tanpa surat kepastian tentang status saya di KPK," ujar Hinca membacakan surat anak Lukas Enembe.
Hinca pun mempertanyakan status si anak. Anak Lukas Enembe mengklaim kasus yang menjerat almarhum ayahnya merugikan tiga tahun pendidikannya.
"Dia pulang (ke RI), masa depannya hilang dan mau melanjutkan sekolahnya ndak bisa dia. Dan dia bertanya, tapi tak ada jawabannya. Karena itu, dia sekarang nggak berani keluar kamarnya. Dari kamar keluar, dari kamar keluar," ujar Hinca.
Anak Lukas Enembe curhat semua aset ayah dan ibunya terblokir hingga sekarang. Ia menyebut harta yang dimiliki Lukas Enembe sebelum menjabat sebagai Gubernur Papua juga statusnya tersita.
"Kedua, keberatan dia adalah akibat tidak ada penjelasan status dia nggak selesai-selesai, padahal ayahnya sudah meninggal dunia ini," kata Hinca.
"Akun-akun banking pribadi saya dan ibu saya, katanya, tabungan untuk pendidikan saya dan adik saya, tanah-tanah bapak saya, asuransi jiwa bapak saya, aset-aset yang seharusnya dipercayakan kepada saya sebagai ahli waris dan bahkan aset-aset yang dimiliki bapak sebelum dia menjabat sebagai Gubernur Papua pada periode pertama 2013-2018 masih berstatus terblokir dan tersita," tambahnya membacakan surat anak Lukas Enembe.
Hinca menyebut anak Lukas Enembe trauma dengan kejadian itu. Hinca mengatakan anak Lukas Enembe meminta kejelasan soal nasib ke depan.
"Ketiga dia bilang, dampak secara emosional adalah trauma yang lebih mendalam dan yang akan lebih sulit dipulihkan bahkan setelah keberatan-keberatan kami dijawab ini, kami sangat trauma soal ini bagaimana nasib kami sebagai anak-anaknya yang ayahnya telah meninggal dunia," ungkapnya.
Hinca pun mengusulkan pada revisi KUHAP untuk mengatur batas akhir kasus setelah pelaku ditetapkan sebagai tersangka. Ia berharap ada kepastian hukum ke depannya.
"KPK harusnya mengambil sikap saja mana yang sudah, mana yang belum, atau kalau KUHAP kita belum sempurna mari kita buat normanya. Supaya berakhir ini," kata Hinca.
"Sehingga pertanyaannya ada berapa banyak kasus yang ditangani KPK yg statusnya tersangka dan sudah berulang tahun, berpuluh-puluh kali dan belum berakhir statusnya dan bagaimana sikap kita terhadap mereka, ini soal batas waktu supaya kepastian hukum ada dan bisa kita sampaikan," tambah Hinca.
[Redaktur: Robert Panggabean]