DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, sebagaimana diundangkan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023, akan diberlakukan mulai 2 Januari 2026.
Dengan diberlakukannya undang-undang pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 itu, ada beberapa konsekuensi mendasar yang harus dipahami.
Baca Juga:
11 Destinasi Maraton Terindah di Dunia, Impian Para Pelari
Hal itu dipaparkan Kanit 3 Subdit III Ditreskrimsus Polda Sumut AKP Rismanto Jayanegara Purba, lewat unggahan video di akun facebooknya, sebagaimana dilihat WahanaNews.co, Selasa (4/11/2025).
"Tidak terasa, sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang lazim juga disebut sebagai KUHP Nasional, dalam dua bulan kedepan, akan mulai diberlakukan," kata Rismanto mengawali.
Undang-undang ini akan menggantikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946, yang merupakan KUHP yang berlaku di Indonesia pasca kemerdekaan.
Baca Juga:
Football Video Support, Teknologi Baru FIFA untuk Timnas Indonesia U-17
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 merupakan undang-undang yang bersumber dari Wetboek van Strafrecht atau hukum pidana, atau undang-undang hukum pidana yang berlaku di Belanda, kemudian pada tahun 1918 dengan asas konkordansi diberlakukan juga di Indonesia.
"Secara khusus teman-teman penyidik, saya sampaikan bahwa terkait berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 ini, tepatnya mulai tanggal 2 Januari 2026, maka ada konsekuensi yang harus kita pahami," kata Rismanto kemudian.
Rismanto yang juga Dosen Hukum Pidana pada Magister Ilmu Hukum Universitas Darma Agung Medan itu kemudian mengurai konsekuensi dimaksud.
Pertama, undang-undang yang baru ini wajib diterapkan dalam penegakan hukum, mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dan juga, terhadap pihak-pihak yang sudah menjalani putusan.
Namun ada catatan, terkecuali dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946, lebih menguntungkan kepada pelaku.
"Jadi, ada pengecualian disitu. Dalam hal ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 masih lebih menguntungkan kepada pelaku, maka yang diberlakukan tetap adalah ketentuan pada KUHP lama atau Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946. Diluar itu, maka akan diberlakukan ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023," katanya.
Beberapa pasal kemudian dicontohkan Rismanto, seperti terkait penerapan delik pembunuhan, yang selama ini diatur dalam pasal 338, dalam KUHP yang baru, akan diatur dalam pasal 458.
Demikian halnya dalam pembunuhan berencana, yang sebelumnya diatur dalam pasal 340, akan diatur kemudian dalam pasal 459.
"Dengan keadaan ini, konsekuensinya, secara khusus pada teman-teman penyidik, merupakan kewajiban bagi penyidik untuk menerbitkan Surat Perintah Penyidikan yang baru, merujuk kepada Surat Perintah Penyidikan yang lama, dengan menerapkan norma atau delik baru yang ada di dalam KUHP baru terhadap perkara-perkara yang sedang dilakukan penyidikan," jelasnya.
Konsekuensi lain, dengan berlakunya undang-undang baru, terhadap suatu perbuatan yang pada undang-undang lama dikualifikasi sebagai perbuatan pidana, tetapi dalam undang-undang baru dikualifikasi bukan merupakan perbuatan pidana, maka terhadap proses perkara yang sedang dijalankan, pada tingkatannya, bersifat imperatif atau harus dihentikan.
"Demikian juga terhadap perkara yang sudah dijatuhkan pidana dan sudah berkekuatan hukum tetap, kalau kemudian dalam undang-undang yang baru terhadap perbuatan tersebut tidak dikualifikasi lagi sebagai perbuatan pidana, maka kewajiban dari pelaku untuk menjalani hukuman itu, dihapuskan," tegas Rismanto.
"Ketentuan ini dapat kita temukan dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023, dan juga apabila kita melihat dalam KUHP yang lama, ini bisa dilihat dalam pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946," jelasnya lagi.
"Dan kalau kita melihat lebih jauh, bahwa prinsip dasar disini adalah melihat dari asas hukum yang sering kita dengar dengan sebutan Lex Favor Reo yang artinya bahwa pada saat berlakunya suatu ketentuan undang-undang yang baru, maka ketentuan yang menguntungkanlah yang diterapkan terhadap seorang pelaku," tutupnya.
Rismanto, yang juga Dosen Hukum Pidana pada Magister Ilmu Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan itu berharap informasi yang dijelaskannya, dapat bermanfaat bagi semua pihak.
[Redaktur: Fernando]