DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Rismon Hasiholan Sianipar, yang pernah dihadirkan sebagai saksi ahli digital forensik oleh kuasa hukum Jessica Wongso hingga saat ini terus menyuarakan adanya dugaan rekayasa CCTV.
Terbaru, sebagaimana diunggah dalam akun YouTube Sarang Informasi, Rismon pun menantang Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk menangkap dirinya, jika pernyataannya salah bahwa video CCTV Jessica Wongso sudah direkayasa.
Baca Juga:
Evakuasi Berdarah di Dekai: KKB Lepas Tembakan Saat Jenazah Pendulang Emas Dievakuasi
"Sekarang gini ajalah. Saya tantang Kapolri, berkali-kali ini tantangan saya Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Kau kan punya cyber juga, tentu sudah tau lah itu Balige Academy, siapa saya Rismon Hasiholan Sianipar. Kenapa Band Sukatani itu saja yang kalian datangi, saya tidak. Kenapa nggak kau tersangkakan saya, nggak kau tangkap saya Listyo Sigit Prabowo," kata Rismon mengawali, dilihat WahanaNews.co dalam unggahan itu, Senin (7/4/2025).
"Saya tantang kau sebagai Kapolri, sebelum kau dipecat oleh Pak Presiden Prabowo Subianto, paling beberapa, satu bulan ini sudah dipecat kau, saking nggak ada gunanya," lanjutnya.
"Sekarang saya tantang kau untuk menersangkakan, menangkap saya, kalau kau, kepolisian, membuktikan saya salah dalam mengatakan, dalam menyajikan 37 bukti ilmiah video CCTV Jessica Wongso sudah direkayasa oleh Tito Karnavian dan Krishna Mukti. Saya sudah keras ini. Kenapa Band Sukatani kalian datangi, kenapa saya tidak kalian datangi. Saya jauh lebih keras kritiknya daripada Band Sukatani," kata Rismon kemudian.
Baca Juga:
Spiral Maut di Langit Timur Indonesia, BMKG: 96S Akan Jadi Siklon Penuh dalam 72 Jam
Sementara dilihat dalam tayangan YouTube Balige Academy, ia merasa marah karena laporan Dumas (Pengaduan Masyarakat) secara online sebagai upaya hukum Jessica Wongso tidak direspon.
“Saya jengkel nggak ada respon (Dumas), kebetulan saya paham betul rekayasa ini makanya saya marah kalau tidak ada respon seperti ini,” ujar Rismon.
“Terus ke mana lagi masyarakat melapor, terus apa lagi tujuan dumas itu kalau tidak ditindaklanjuti,” sambungnya.
Rismon Sianipar menjelaskan ia mengirimkan aduan masyarakat secara online ke Dumas Presisi sejak tanggal 1 Maret 2024, namun hingga tanggal 9 Maret 2024 belum kunjung diproses.
Padahal dirinya sudah mengirimkan bukti ilmiah adanya dugaan rekayasa CCTV Kafe Olivier oleh Muhammad Nuh Al Azhar dan Christopher Hariman Rianto yang dijadikan sebagai alat bukti utama.
Ahli digital forensik yang juga merupakan akademisi ini mengaku rela dipenjara sebagai pembuktian bahwa Jessica Wongso tidak bersalah dan hanya tumbal saja.
Bahkan Rismon Sianipar meminta kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk menangkap dirinya agar laporan terkait dugaan rekayasa CCTV Kafe Olivier bisa segera diproses.
“Kalau Anda ingin membungkam saya tangkap sajalah saya supaya saya tidak bersuara lagi, saya siap untuk jadi tumbal demi kebenaran ilmiah di republik ini,” katanya.
“Tangkap saja saya Pak Kapolri supaya bisa saya bungkam, cuma itu satu-satunya cara untuk membungkam saya,” lanjutnya.
Rismon Sianipar kembali menjelaskan bahwa sebenarnya sejak November 2023 dirinya ingin melaporkan sendiri Muhammad Nuh Al Azhar dan Christopher Hariman Rianto ke Propam Polri dan Mabes Polri.
Namun kenyataannya dirinya tidak memiliki legal standing karena tidak ada hubungan darah, sehingga satu-satunya jalan untuk membuktikan bahwa Jessica Wongso tidak bersalah dan adanya dugaan rekayasa CCTV yakni melalui laporan Dumas.
Rismon Sianipar kembali menegaskan bahwa dirinya siap mempertanggungjawabkan bukti ilmiah yang ia ajukan.
Bahkan ia siap dipenjara jika bukti yang diberikan bohong atau hoaks tidak sesuai dengan kaidah ilmiah.
“Saya siap mempertanggungjawabkan itu, bahkan saya siap dipenjara kalau itu bohong tidak sesuai dengan kaidah ilmiah,” katanya.
“Karena ini bukan lagi sebenarnya menyangkut keadilan bagi Jessica Wongso secara pribadi, tetapi ini menyangkut juga ketidakadilan bagi korban-korban di penjara yang lain yang mungkin sudah dipenjara dengan kasus-kasus rekayasa,” imbuh Rismon.
[Redaktur : Robert Panggabean]