DAIRI.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan menyinggung kasus meninggalnya seorang anak bernama Pika Sasi Kirana. Pika sempat viral karena ternyata membutuhkan ganja medis.
Pika mengidap cerebral palsy atau lumpuh otak, dan menjalani hari demi hari dengan penuh perjuangan. Dia membutuhkan ganja medis sebagai bagian dari pengobatannya. Namun di satu sisi, pemerintah melarang peredaran ganja.
Baca Juga:
Kemhan Tahan Keputusan Pembelian 12 Jet Rafale Tambahan, Ini Alasannya
Melansir kumparan.com, Hinca menilai, Pika meninggal karena negara terlalu lama memutuskan penggunaan ganja medis.
”Hari ini, tepat 48 hari Pika meninggal dunia, seorang anak bangsa yang meninggal bukan karena perang, bukan karena bencana, bukan karena ancaman lainnya tetapi karena negara terlalu lama berdiskusi tentang sebuah riset yang tak kunjung dimulai,” kata Hinca saat rapat bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).
“Padahal Mahkamah Konstitusi telah memutuskan dua kali putusannya atas uji materi Undang-undang narkotika memerintahkan negara dalam hal ini Kementerian Kesehatan untuk melakukan uji riset penelitian dan itu sudah 3 tahun yang lalu,” lanjutnya.
Baca Juga:
Polisi Hentikan Pencarian Jasad Bos Sawit yang Dibunuh di Inhu
Hinca mempertanyakan apakah riset yang tak kunjung dilakukan itu bisa diambil alih oleh BNN saja. Kata dia, apabila hal ini tidak dilakukan, maka negara akan lalai dalam melindungi rakyatnya.
“Apakah BNN dengan segala otoritas dan kredibilitasnya bisa menjadi inisiator riset ini atau setidaknya membuka pintu agar bangsa ini tidak terus menjadi korban dari birokrasi yang membantu," kata Hinca.
"Sebab bila semua hanya saling menunggu lalu untuk apa kita punya institusi yang katanya hadir untuk melindungi rakyatnya,” kata politikus Demokrat ini.
BNN Masih Kaji Ganja Medis
Kepala BNN Komjen Marthinus Hukom menyebut, pihaknya akan melakukan riset ganja medis. Menurutnya, ganja itu tetap menjadi narkotika golongan 1, namun, peruntukan medis tetap perlu memerlukan riset.
“Bagi saya ganja itu masih tetap menjadi golongan 1. Tapi kalau untuk kesehatan bukan berarti harus dibebaskan buat semua orang pakai,” ungkapnya.
“Tapi kalau untuk kepentingan kesehatan maka pendekatan lain, pertimbangan-pertimbangan moral lain yang harus kita lihat berdasarkan hasil riset dan yang berotoritas mengeluarkan itu adalah Kementerian Kesehatan,” imbuhnya.
Hukom mengatakan, BNN belum mengetahui penyakit apa saja yang bisa ditangani dengan ganja medis. Oleh karena itu, menurutnya, untuk melegalkan ganja medis, masih tetap perlu dilakukan penelitian.
“Ya perlu kita ketahui bahwa di Indonesia 1,4 juta orang menggunakan ganja. Artinya kalau dia bukan pasien, kita membiarkan 1,4 juta orang hidup dalam khayalan-khayalan,” kata dia.
"Jadi kita betul-betul harus melakukan penelitian,” tandasnya.
[Redaktur: Robert Panggabean]