WahanaNews-Dairi | Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan anak dan pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, rapat koordinasi (rakor) dengan beberapa OPD Pemkab Dairi terkait penanganan kasus dugaan kekerasaan seksual terhadap anak, di Puspaga Kekelengen, Sidikalang, Senin (31/7/2023).
Keterangan Diskominfo Dairi, Rabu (2/8/2023), Kadis P3AP2KB Dairi Ruspal Simarmata mengatakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dairi saat ini bekerja dengan semaksimal mungkin, agar kasus dugaan kekerasaan seksual terhadap anak di Dairi semakin berkurang.
Baca Juga:
Pemkot Jakarta Barat Juara 2 Kategori Inovasi Karya Kehumasan di Ajang AHJ 2024
Ruspal menghimbau seluruh masyarakat Kabupaten Dairi, apabila melihat atau terjadi dalam keluarga terdekat adanya kekerasan seksual terhadap anak, untuk segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib ataupun ke Dinas P3AP2KB.
“Jika ada yang mengalami, silahkan langsung laporkan. Tidak perlu takut, karena kita sebagai pemerintah hadir untuk melakukan penanganan sebaik mungkin. Segala identitas dan keselamatan para korban kita jamin,” ujarnya.
Ruspal menambahkan, kekerasaan seksual pada anak atau child sexual abuse adalah suatu bentuk penyiksaan oleh orang dewasa atau orang yang lebih tua terhadap anak untuk rangsangan seksual.
Baca Juga:
Upaya Turunkan Tingkat Pengangguran, Pemkot Bekasi Buka Job Fair II 2024
Saat ini, kasus kekerasan seksual pada anak terus meningkat dan menjadi fenomena gunung es sebab banyak korbannya takut untuk melapor kepada orangtua atau keluarga.
Selain itu, karena ada ancaman dari pelaku serta stigma yang menganggap bahwa kekerasan seksual merupakan aib.
Dikatakannya, tingkat kekerasaan seksual terhadap anak perempuan ternyata tiga kali lebih tinggi daripada anak laki-laki. Yang lebih mengejutkan, pelaku kekerasan seksual umumnya orang terdekat, seperti ayah tiri, guru, paman, kakek, kakak, atau bahkan ayah kandung si anak sendiri.
Lebih lanjut dikatakan, salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak ialah kurangnya pendidikan agama pada anak, kurangnya pendidikan seksual pada anak sesuai usia, juga kemiskinan, pengangguran, dan globalisasi informasi.
Di Indonesia sendiri mengenalkan pendidikan seksual kepada anak masih dianggap tabu. Padahal komunikasi orangtua dan anak dalam pendidikan seks merupakan hal yang penting dilakukan. Dengan begitu, anak dapat mengenali perilaku mana yang harus dihindari serta akibat yang muncul dari tindakan asusila itu.
Dikatakannya, apa saja yang bisa dilakukan orangtua? Pertama, mengajarkan kepada anak sejak dini agar memahami privasi terkait daerah-daerah tubuhnya, mana yang privat yang boleh disentuh atau tidak oleh orang lain.
Juga bagaimana kasih sayang diekspresikan dalam bentuk sentuhan serta pentingnya untuk berani berkata tidak apabila anak merasa tidak nyaman apabila disentuh atau dipangku oleh orang lain.
Kedua, harus membatasi akses siapa saja yang dapat masuk ke kamar pribadi anak. Ketiga, orangtua harus lebih selektif dalam memilih sekolah anak. Keempat, orangtua harus dapat mengenali tanda anak yang mengalami kekerasan seksual. Apabila ada perubahan sikap maupun emosional anak, orangtua harus waspada.
Ada tiga dampak yang timbul pada korban kekerasan dan pelecehan seksual, yaitu dampak psikologis, fisik, dan sosial. Kekerasan seksual terhadap anak akan berdampak panjang, baik masalah kesehatan maupun trauma yang berkepanjangan, bahkan hingga anak dewasa.
Trauma yang diakibatkan oleh kekerasan seksual yang dialami anak mengakibatkan hilangnya kepercayaan anak terhadap orang dewasa sehingga menjadikan anak enggan bercerita. Trauma secara seksual akan berdampak pada anak bahkan hingga anak dewasa.
Anak adalah generasi penerus yang merupakan aset bangsa dan negara sehingga pencegahan kekerasan seksual pada anak merupakan upaya penyelamatan masa depan bangsa. [gbe]